Sudah tiga hari ini Mastani tidak pergi ke ladang jagung seperti biasa. Ibunya memaklumi perilaku gadis itu.
"Mungkin Mastani kelelahan. Ia butuh istirahat." gumam ibunya saat melihat anak gadisnya dari balik tirai tirai kamar.
Di hari keempat, kecurigaan mulai terasa. Mastani yang biasanya berteriak meminta makanan atau minuman, kini sudah tidak terdengar lagi. Gulika sang ibu akhirnya memberanikan diri untuk memasuki kamar dan mendekati Mastani.
"Ibu jangan masuk. Tolong ibu. Jangan masuk." teriak Mastani dengan suara parau.
Gulika tidak peduli. Kali ini ia tidak membiarkan Mastani untuk mengambil makanan dan minumnya sendiri seperti biasanya. Gulika melangkah masuk dengan penuh rasa penasaran.
Bau anyir menyeruak ke udara. Gulika berusha menutup hidung dengan kain sarinya. Ia melihat Mastani menekan-nekan perutnya. Tanpa berpikir panjang, Gulika menyibak selimut gadis itu.
Betapa kaget Gulika melihat pemandangan di depannya. Nampan berisi semangkuk kari dan tiga lembar roti canai jatuh berhamburan di lantai kamar.
Gulika menatap nanar Mastani.
"Ibu....." ucap Mastani lemah.
Bau anyir makin tajam. Menyeruak ke udara. Menimbulkan rasa kurang nyaman bagi Gulika.
Dari alat kemaluan Mastani keluar cairan bening. Cairan itu tidak berwarna. Membuat kasur Mastani lembab. Namun bukan cairan itu yang membuat Gulika kaget.
"Apa yang sebenarnya terjadi kepadamu anakku?" suara tangis Gulika lirih terdengar.
Wanita tua itu dengan sabar membersihkan kemaluan Mastani dengan kain bersih. Ia memungut satu persatu hewan kecil berwarna putih yang bergerak-gerak itu. Sekelompok belatung yang merayap-rayap di atas paha Mastani.
"Tidurlah anakku. Malam ini berdoalah kepada Dewa agar kau lekas diberi kesembuhan." bisik Gulika.
***
Sudah hampir seminggu ini Nehal melintasi ladang jagung tempat ia biasa bertemu Mastani. Sayangnya ia tidak melihat gadis itu. Ladang jagung itu sepi. Namun Nehal tidak berputus asa. Ia turun dari truk.
"Aku pergi sebentar. Kamu tunggu di sini." ucap Nehal kepada Vishal.