Wajah Pendeta Samad seketika kaget, ia tak menyangka patung Dewa Dhushara lenyap. Wajahnya mendadak pucat pasi.
"Lenyap katamu?"
"Iya Pendeta, diatas altar tidak ada patung Dewa Dhushara, kemanakah patung itu Pendeta? Dan mengapa kau pingsan tadi? Apa yang sedang terjadi padamu Pendeta?"
Pertanyaan bertubi -- tubi dari prajurit penjaga tidak dapat dijawabnya seketika itu juga. Pendeta Samad diliputi rasa cemas dan takut.
Cemas akan kemurkaan Dewa Dhushara dan takut akan kemurkaan para Penduduk Kota Petra. Ia tidak bisa membayangkan kemarahan para penduduk jika mengetahui Dewa mereka telah lenyap.
Dalam kebingungan yang menyerangnya bertubi -- tubi. Pendeta Samad segera memberikan perintah kepada prajurit penjaga.
"Prajurit, rahasiakan kejadian malam ini. Jangan kau ceritakan kepada siapapun. Kau paham?"
"Iya Pendeta, aku paham jalan pikiranmu. Aku tahu kecemasanmu. Kau tidak menginginkan para penduduk marah bukan?"
"Kau benar sekali. Kau memang prajurit yang bisa aku andalkan."
"Terimakasih Pendeta, tapi apakah kita hanya berdiam diri saja membiarkan ini semua? Bagaimana jika keesokan pagi penduduk datang kemari untuk melakukan pemujaan? Apa yang akan terjadi jika Dewa yang akan mereka puja telah hilang?"
"Aku tidak tahu lagi prajurit. Kepalaku terasa berat dan pusing."