Setelah ia menyerahkan 10 koin emas sebagai ganti domba itu, lelaki penjual domba menyerahkan tali pengikat domba kepada Hamra.
“Ini dombanya, peganglah erat – erat domba ini. Jangan sampai lepas. Karena ini adalah domba jantan terbaik disini.” ujar si penjual domba.
“Iya Tuan,” jawab Hamra singkat.
“Baiklah Tuan, aku dan pelayanku permisi dulu. Terimakasih banyak.” ucap Aairah dengan sopan dan lemah lembut. Sikapnya yang anggun menunjukkan bahwa ia adalah seorang bangsawan.
“Sama – sama Nyonya.” jawab si penjual domba.
Aairah dan Hamra kembali melanjutkan perjalanannya. Aairah mengambil keranjang dari tangan Hamra.
Sementara Hamra memegang tali pengikat domba. Mereka berdua berjalan menuju Al Khuraimat yang letaknya cukup dekat dari tempat ia membeli domba.
Sepanjang perjalanan mereka menuju Al Khuraimat, banyak sekali tenda – tenda didirikan. Tenda berwarna putih kecoklat – coklatan yang telah usang oleh debu padang pasir. tenda – tenda itu membentuk sebuah barisan mirip ular yang memanjang.
Tenda itu merupakan tempat tinggal orang Nabataea yang berada di Hegra. Namun mereka hanya singgah sebentar untuk kemudian melanjutkan perjalanan mereka kembali. Seperti kebiasaan nenek moyang Bangsa Nabataea yang suka berpetualang. Berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain.
Diluar tenda nampak beberapa orang menyalakan api kecil untuk merebus air dalam periuk. Asap mengepul tebal ke udara. Ada juga yang memanggang daging kambing.
Beberapa ekor unta ditambatkan di sebuah tiang tidak jauh dari tenda – tenda itu.