Tak jauh dari Qasr Al Binth, terdapat batu gunung besar yang dinamakan Al Khuraimat. Sebuah pemukiman di Hegra yang merupakan tempat tinggal para pendeta dan pelayan kuil.
Pagi itu Aairah dan pelayannya Hamra hendak pergi ke Al Khuraimat. Hamra mengikuti Aairah dari belakang sambil membawa sebuah keranjang berisi hasil kebun yang telah ia persiapkan tadi pagi. Di perjalanan ia bertemu Daleela.
“Bagaimana kabarmu Aairah? Aku dengar semalam kau baru saja pulang dari Petra.” tanya Daleela.
“Aku baik – baik saja Leela, kami pulang malam hari. Cukup melelahkan, tapi aku puas bisa berdo’a di kuil Al Khazneh. Memanjatkan do’a kepada Dewi Uzza.” jawab Aairah singkat.
“Do’a? Jauh – jauh kau pergi ke Petra hanya untuk berdo’a?” tanya Daleela keheranan.
“Kenapa? Apa ada yang salah?”
“Ti… tidak, tapi mengapa harus jauh – jauh kesana? Bukankah kita bisa berdo’a di Al Khuraimat? Lebih dekat dan tidak melelahkan.” jawab Daleela sambil berjalan beriringan dengan Aairah.
“Jika seseorang telah memiliki keinginan yang kuat, jarak sejauh apapun tidak akan menjadi masalah bukan?” ucap Aairah.
Daleela saling pandang dengan Aairah. Ia terdiam. Dengan sedikit tersenyum datar, ia membalas senyuman Aairah. Daleela mulai menangkap maksud dibalik senyuman Aairah itu.
“Nyonya, maaf. Kita sudah sampai.” ucap Hamra dengan suara pelan dibelakang telinga Aairah.
Aairah berhenti sebentar, membuka kerudungnya, dan melihat sekeliling. Daleela ikut berhenti.