Aairah memandangi sekeliling. Hamparan perdu hijau tumbuh subur di wilayah Al Djinn. Angin berhembus semilir menerpa wajahnya. Membuat suasana menjadi segar ditengah – tengah padang yang gersang.
Kemudian ia mengisi beberapa kantung air yang terbuat dari kulit kambing. Setelah itu ia segera kembali ke rombongannya.
Aairah berjalan perlahan menyusuri jalan setapak berbatuan. Sepanjang jalan itu terlihat sepi. Dikanan kiri hanya nampak bebatuan besar berbentuk pahatan dewa dewi. Aairah terus melangkahkan kakinya tanpa merasa takut sedikitpun.
Tiba – tiba angin berhembus cukup kencang disertai debu pasir. Aairah menutupi wajahnya dengan kerudung. Mendekap erat kantung air kedalam dadanya. Lalu ia kembali meneruskan perjalanannya.
Setelah beberapa langkah meninggalkan sumber air tadi, Aairah merasakan sesuatu mengikuti dari belakang. Angin yang semula berhembus biasa saja mendadak berhembus cukup kencang. Disertai dengan suara menggema memanggil namanya. Suara seorang wanita tua.
“Aairaaaahhh...”
“Siapa kau…”
Aairah menghentikan langkahnya. Matanya menyusuri tiap – tiap sudut bebatuan yang ada dihadapannya. Mencari – cari sosok suara yang memanggil namanya.
“Siapa kau… Keluarlah tunjukkan wajahmu…” ucap Aairah sambil menutupi wajahnya dengan kerudung. Menghindari debu yang beterbangan.
Tak berapa lama, hembusan angin kencang perlahan – lahan berhenti. Aairah menyingkapkan kerudungnya.
“Aairah…..” terdengar suara dari belakang Aairah.