Mohon tunggu...
Choirul Rosi
Choirul Rosi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen yang hobi membaca buku dan novel

Cerita kehidupan yang kita alami sangat menarik untuk dituangkan dalam cerita pendek. 🌐 www.chosi17.com 📧 choirulmale@gmail.com IG : @chosi17

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Seorang Pria Karatan Menukar Seorang Gadis dengan Sepasang Kaki Babi

15 Oktober 2016   10:22 Diperbarui: 15 Oktober 2016   10:32 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gadis cina sumber : dokpri

“Bagaimana persiapan untuk upacara Sangjit besok?” tanya kungkung padaku.

“Mmmm…. Hampir selesai kung. Aku telah menyiapkannya. Aku telah membeli semua keperluan Sangjit. Mungkin besok kita sudah bisa menghiasnya” ucapku.

Kungkung – seorang lelaki tua yang merawatku. Dia sangat menyayangiku sejak kematian orangtuaku tiga tahun lalu.

“Apakah pakaian Cheongsam mu pas untukmu?” Apakah kamu sudah mencobanya?”

“Tentu saja kung. Aku telah mencoba pakaian Cheongsam ku. Dan ini sangat indah”

“Dan bagaimana dengan buah – buahan dan yang lainnya untuk Sangjit besok? Apakah semuanya telah pas jumlah dan ukurannya?”

“Aku pikir demikian kung…”

“Jangan sepelekan tradisi leluhur kita Liong Fuk. Ini tidak baik. Kerjakanlah sebaik mungkin” jawab kungkung sambil menunjukkan jarinya di depanku. Lalu ia tersenyum.

“Ya kung. Aku paham” jawabku singkat.

“Bisa aku lihat pakaian Cheongsam untuk si wanita?” tanya Niu Nai kepada Liong Fuk. Dia adalah neneknya Liong Fuk. Dia kelihatan masih sangat cantik di usianya yang ke 85 tahun. Kemudian dia memeriksanya dengan hati – hati.

“Ngomong – ngomong, siapa nama calon istrimu itu?” tanya kungkung.

Liong Fuk mengatakan kepada mereka tentang calon istrinya itu. kepribadiannya, keluarga, pekerjaan dan rumahnya. Dia bercerita banyak tentangnya.

“Hmmm… Orang yang menyenangkan” jawab kungkung.

Keesokan paginya….

“Akhirnya tugas kita menjaga Liong Fuk telah selesai” ucap Niu Nai kepada Liong Nan di sebuah pagi yang hangat.

“Ya, aku sangat senang mendengarnya. Aku bahagia bahwa Liong Fuk akhirnya segera menikah. Tapi…”

Tiba – tiba Liong Nan berhenti bicara.

“Tapi mengapa? Ada masalah?” tanya Niu Nai.

“Ya, Selayaknya dalam tradisi keluarga kita, kita harus mengetahui terlebih dulu siapa calon anggota keluarga baru kita”

“Oh… begitu. Jadi, lakukanlah. Carilah informasi tentangnya. Aku ingin cucuku tersayang mendapatkan yang terbaik” jawab Niu Nai singkat.

“OK, akan aku lakukan”

Selama beberapa hari Liong Nan mencoba mencari tahu informasi tentang Xiu Ying. Dia mendatangi rumahnya. Bertanya kepada tetangganya Xiu Ying. Bertanya kepada orang – orang yang tinggal disekitar rumah Xiu Ying. Xiu Ying tidak mengetahui akan hal ini.

“Apa? Xiu Ying adalah cucunya Xiu Yao” tanya Liong Nan.

“Ya Pak, apakah bapak tidak tahu? Saya tidak yakin kalau bapak tidak mengetahuinya. Karena dia pengusaha yang sangat terkenal di Bandung” jawab pria itu kepada Liong Nan.

“Baik. Terimakasih banyak atas informasinya. Aku sangat menghargai semuanya”

Setelah percakapan yang panjang dengan tetangga Xiu Ying, ingatan Liong Nan melambung jauh ke masa lalu. Tepatnya pada tahun 1966.

***

“Apa? Kau ingin menikahinya? Sangat menggelikan. Hahahahaha….” Xiu Yao menertawainya.

“Ya, Aku sangat mencintainya. Kami akan menikah bulan depan. Aku berjanji padamu akan hal itu” ucap Liong Nan.

“OK, kita lihat saja nanti”

Tiba – tiba pernikahan itu dibatalkan. Ayahnya Mei Lan tidak menerima Liong Nan sebagai suaminya Mei Lin.

“Maafkan aku Nak, kami tidak bisa menerimamu sebagai anggota keluarga baru kami”

“Tapi mengapa? Apa alasannya hingga Bapak menolakku untuk menikahi Mei Lan?” tanya Liong Nan sedih.

“Karena kamu tidak bisa menyediakan sepasang kaki babi. Seperti dalam tradisi keluarga kami, kaki babi adalah sebuah keharusan dalam upacara sangjit. Jika kamu tidak bisa menyediakan sepasang kaki babi, ini berarti bahwa kamu tidak bisa menjamin keselamatan putriku. Aku tak ingin putriku mendapat kesialan dalam hidupnya karenamu. Kami harus menaati tradisi leluhur kami. Kami tidak ingin mendapatkan karma.

Setelah mendengar hal itu, Liong Nan pulang kerumahnya dengan rasa penyesalan yang dalam. Diiringi airmata Mei Lan. Cinta mereka terpisahkan oleh keegoisan ayahnya Mei Lan dan tradisi. Sebuah tradisi yang tidak dapat diubah.

“Suatu hari kalian harus merasakan apa yang aku rasakan sekarang” janji Liong Nan dalam hati.

Setelah beberapa minggu, Liong Nan mendengar kabar bahwa Xiu Yao membuat perjanjian bisnis dengan ayahnya Mei Lan. Xiu Yao menjanjikan akan membantu bisnis ayah Mei Lan. Liong Nan mengetahui kabar ini dari Mei Lan. Dia mengatakan semua itu lewat surat yang dikirimnya untuk Liong Nan suatu hari setelah perkawinan mereka. Mei Lin juga meminta maaf karena ia tidak bisa melakukan apapun untuk menyelamatkan cinta mereka. Dia tidak mampu menolak keinginan ayahnya.

***

Pertunanganku dengan Xiu Ying sudah dekat. Aku memanggilnya Xiu Ying. Seorang gadis cina yang sangat cantik. Kita berdua adalah cina. Seperti dalam tradisi kami, kami harus menyiapkan Sangjit. Sebuah upacara pertunangan sebelum pernikahan.

Xiu Ying – seorang gadis cantik dari Bandung. Tinggal di sebuah keluarga terhormat. Berperilaku sopan. Hal inilah yang membuatku jatuh cinta kepadanya. Meskipun dia masih sangat muda, dia sangat menghormatiku. Umur kami terpaut jauh. Aku 55 tahun, sedangkan ia 21 tahun.

“Bisakah kamu mencintai lelaki tua sepertiku?” aku bertanya padanya suatu hari.

“Mengapa tidak ? Cinta tidak memandang usia. Ini tentang perasaan. Lalu, apa yang harus aku khawatirkan ?” jawabnya.

Jawaban Xiu Ying membuatku makin mantap untuk menikahinya.

Hari pertunangan telah tiba. Liong Fuk dan keluarga besarnya mengunjungi Xiu Ying. Ada banyak mobil. Mereka membawa banyak nampan berisi banyak barang untuk keperluan upacara Sangjit. Diantaranya adalah pakaian dan perhiasan, uang, delapan belas jeruk – yang melambangkan kemakmuran dan delapan belas kue mangkuk merah. Semuanya mengandung unsur angka delapan. Dalam tradisi cina, angka delapan melambangkan keberuntungan, sepasang lilin merah – yang melambangkan penolak unsur negatif, dua botol arak dan sepasang kaki babi.

Bibi, paman dan tentu saja apo serta kungkung sangat bahagia. karena mereka bisa menemani cucu mereka untuk memasuki kehidupan baru. Sebuah pernikahan.

Didepan rumah Xiu Ying, ada banyak hiasan yang sangat indah. Dua lampion besar dan beberapa petasan tergantung di atap. Sangat indah dengan dekorasi warna merah. Dalam tradisi cina, warna merah melambangkan kebahagiaan dan keberuntungan.

Lalu keluarga Xiu Ying mempersilahkan keluarga Liong Fuk masuk. Mereka menyambutnya dengan hangat.

“Oh… Silakan masuk. Kami sangat gembira memilikimu sebagai anggota baru dalam keluarga kami” ucap Xiu Wen – ayahnya Xiu Ying.

“Terimakasih” jawabku.

Tidak jauh dari mereka, Xiu Yao dan Mei Lan keluar dari dalam rumah. Mereka adalah kakek neneknya Xiu Ying.

“Ni hao ma?” ucap Xiu Yao kepada Liong Fuk dalam bahasa cina

“Wo hen hao Kung, Nin ne? balasku.

“Hao… Qing lai”

“Xie – xie Kung?”

Lalu keluarga Liong Fuk memasuki rumah. Berkumpul di sebuah ruang tamu yang sangat besar.

Didalam mobil, kungkung menyaksikan keluarganya dengan bahagia. dia tersenyum.

“Aku menang. Kalian harus merasakan apa yang telah aku rasakan” ucap kungkung.

Untuk beberapa alasan, kungkung tidak bisa menemani Liong Fuk. Kakinya terluka. Semalam dia terpeleset dirumahnya. Di dapur. Semua anggota keluarga sangat khawatir. Mereka mengkhawatirkan kaki kungkung. Umtungnya dia tidak mendapat luka yang serius.

“Jangan khawatir Liong Fuk, aku baik – baik saja. Ini hanyalah luka kecil. Kakiku Cuma memar. Aku sudah memngolesinya dengan minyak. Memar ini akan segera membaik” ucap kungkung kepada Liong Fuk yang membantunya berdiri saat kecelakaan.

Ini belumlah satu jam. Belumlah cukup untuk merundingkan pernikahan mereka. Perundingan itu terlalu cepat.

Namun dari seberang jalan, Liong Nan bisa melihat wajah marahnya. Wajahnya Xiu Yao yang sedang marah. Di bisa melihat Xiu Yao marah dengan keluarganya. Dan keluarganya meminta maaf kepada Xiu Yao atas apa yang baru saja terjadi.

Liong hanya tersenyum melihat itu semua.

“Aku tahu apa yang telah terjadi didalam” gumamnya dalam hati. Lalu ia tersenyum.

“Apa yang terjadi disana? Tiba – tiba Niu Nai bertanya kepada Liong Nan.

“Lihat saja sayang. Kau pasti akan menemukan jawabannya” ucap Liong Nan.

***

Liong Fuk dan beberapa anggota keluarganya berjalan menuju mobil mereka masing – masing. Ada rasa malu dalam wajah mereka. Liong Fuk masuk kedalam mobilnya. Didalamnya telah menunggu kungkung dan aponya.

“Apa yang terjadi Nak?” tanya Niu Nai – aponya.

“Aku tidak akan bisa menikahi Xiu Ying apo” jawab Liong Fuk sedih. Airmatanya hampir saja jatuh. Tapi ia berusaha menahan sekuatnya. Dia tak ingin kakek neneknya bersedih.

“Maafkan aku cucuku. Aku terpaksa melakukannya. Maafkan aku telah mengorbankan kebahagiaanmu. Tapi mereka memang pantas menerima itu semua. Mereka harus membayar atas apa yang telah mereka lakukan kepadaku. Meskipun mereka di neraka. Mereka harus merasakan karma. Karma dalam sepasang kaki babi” gumam Liong Nan dalam hati.

Malam sebelum upacara Sangjit untuk Liong Fuk, Liong Nan telah menukar sepasang kaki babi segar dengan sepasang kaki babi busuk. Tak seorangpun tahu. Mereka hanya tahu memar di kaki Liong Nan. Bukan karma di sepasang kaki babi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun