“Karena kamu tidak bisa menyediakan sepasang kaki babi. Seperti dalam tradisi keluarga kami, kaki babi adalah sebuah keharusan dalam upacara sangjit. Jika kamu tidak bisa menyediakan sepasang kaki babi, ini berarti bahwa kamu tidak bisa menjamin keselamatan putriku. Aku tak ingin putriku mendapat kesialan dalam hidupnya karenamu. Kami harus menaati tradisi leluhur kami. Kami tidak ingin mendapatkan karma.
Setelah mendengar hal itu, Liong Nan pulang kerumahnya dengan rasa penyesalan yang dalam. Diiringi airmata Mei Lan. Cinta mereka terpisahkan oleh keegoisan ayahnya Mei Lan dan tradisi. Sebuah tradisi yang tidak dapat diubah.
“Suatu hari kalian harus merasakan apa yang aku rasakan sekarang” janji Liong Nan dalam hati.
Setelah beberapa minggu, Liong Nan mendengar kabar bahwa Xiu Yao membuat perjanjian bisnis dengan ayahnya Mei Lan. Xiu Yao menjanjikan akan membantu bisnis ayah Mei Lan. Liong Nan mengetahui kabar ini dari Mei Lan. Dia mengatakan semua itu lewat surat yang dikirimnya untuk Liong Nan suatu hari setelah perkawinan mereka. Mei Lin juga meminta maaf karena ia tidak bisa melakukan apapun untuk menyelamatkan cinta mereka. Dia tidak mampu menolak keinginan ayahnya.
***
Pertunanganku dengan Xiu Ying sudah dekat. Aku memanggilnya Xiu Ying. Seorang gadis cina yang sangat cantik. Kita berdua adalah cina. Seperti dalam tradisi kami, kami harus menyiapkan Sangjit. Sebuah upacara pertunangan sebelum pernikahan.
Xiu Ying – seorang gadis cantik dari Bandung. Tinggal di sebuah keluarga terhormat. Berperilaku sopan. Hal inilah yang membuatku jatuh cinta kepadanya. Meskipun dia masih sangat muda, dia sangat menghormatiku. Umur kami terpaut jauh. Aku 55 tahun, sedangkan ia 21 tahun.
“Bisakah kamu mencintai lelaki tua sepertiku?” aku bertanya padanya suatu hari.
“Mengapa tidak ? Cinta tidak memandang usia. Ini tentang perasaan. Lalu, apa yang harus aku khawatirkan ?” jawabnya.
Jawaban Xiu Ying membuatku makin mantap untuk menikahinya.
Hari pertunangan telah tiba. Liong Fuk dan keluarga besarnya mengunjungi Xiu Ying. Ada banyak mobil. Mereka membawa banyak nampan berisi banyak barang untuk keperluan upacara Sangjit. Diantaranya adalah pakaian dan perhiasan, uang, delapan belas jeruk – yang melambangkan kemakmuran dan delapan belas kue mangkuk merah. Semuanya mengandung unsur angka delapan. Dalam tradisi cina, angka delapan melambangkan keberuntungan, sepasang lilin merah – yang melambangkan penolak unsur negatif, dua botol arak dan sepasang kaki babi.