Aku sudah tidak asing lagi mendengar Balqis mengatakan itu, karena sedari dulu, ibunya tidak suka akan kehadiran Balqis.
   "Baiklah, lain kali jangan mengatakan itu yaaa, hihihihi." Balas Umi sambil meletakkan telapak tangannya, seperti mangkuk ke mulutnya, lucunya.
    Balqis mengangguk tanda dia mengatakan "Ia" sambil pergi. Tak lupa dia mengucapkan salam dengan wajah ceria. Aku dengan Umi sedikit lega setelah mendengar cerita yang dilontarkan Balqis. Kami sedikit mengobrol tentang solusi yang akan kami berikan kepada Balqis.Â
  Keesokan harinya, saat Balqis berangkat sekolah, ia mengucapkan salam kepada ibunya. Namun, apalah dayanya yang hanya mampu mengucapkan salam, tanpa dibalas salam.Â
   Memang Balqis selalu diperlakukan cuek oleh ibunya, terlebih lagi ayah dan ibunya sudah lama berpisah beberapa bulan yang lalu, membuat dirinya lebih tertekan dengan keadaan. Saat tiba di sekolah, Balqis selalu dipaksa untuk memberikan uang, makanan, dan minuman yang ia punya, pada gank Roni si jahat itu.
   Balqis dekat-dekat ini selalu dihina, dikucilkan, hingga ia sering menangis, terdiam, tersipu, dan malu. Ia menangis karena merasa sakit hati, merasa dirinya telah direndahkan.
   Hingga suatu hari aku melihatnya terkujur kaku, tidak bisa berkata dan berbuat apapun. Memang sikapnya yang mulia, tidak mau membalas sesuatu yang buruk dengan perbuatan buruk.
  Dibalik itu semua, Balqis mempunyai visi yang besar. Walaupun dia anak dari  broken home, ia tetap visioner.
  "Aku akan tetap membahagiakan kedua orang tuaku walaupun mereka tidak menganggapku ada. Aku akan membuktikan aku bisa membuat mereka bahagia dan aku akan membuat mereka merasa bersyukur dengan adanya diriku dikehidupan mereka." Ungkapan balqis dalam buku diary nya.
    Aku membaca saat kami mengerjakan PR bersama.Â
   "Jadi apa yang akan kamu tunjukkan pada dunia? Akankah kau membalas perbuatan Roni and the gank Itu?" Tanyaku dengan nada yang sedikit melenting sambil memegang bukunya.