Suami mulai body shaming istrinya, membanding-bandingkan dengan istri orang pula. Atau membanding-bandingkan dengan selebriti di televisi.
Nuwun sewu, saya bukan bermaksud menggurui atau apa, tapi kalau obsesi bapak-bapak pengen body istrinya bisa kayak Tante Wulan Guritno atau Tante Sophia Latjuba di usia tua, ya harus berani sedia modal besar.
Belikan istri skincare yang mahal, bayarin perawatan dan spa di salon kecantikan, ajak istri nge-gym kalau perlu bayarin personal trainer sekalian, sediakan Asisten Rumah Tangga (ART) dan baby sitter biar istri gak perlu capek ngerjain kerjaan rumah tangga dan ngurus anak.
Bagaimana, bapak-bapak atau mas-mas yang berharap besok kalau nikah istrinya bisa balik singset lagi setelah melahirkan? Sanggup tidak memodali itu semua?
Ingat, selebriti itu punya modal, privilese dan akses untuk membeli perawatan kecantikan yang terbaik. Makanya, mereka bisa tampak muda dan cantik meski sudah berumur.
Pengalaman biologis dan ketubuhan perempuan itu unik.
Perempuan sudah menghadapi perubahan bentuk tubuh ketika masuk masa pubertas. Berubah lagi ketika mengalami kehamilan. Setelah melahirkan pun berubah lagi.Â
Ini belum ditambah dengan perubahan psikologis, seperti mood berubah ketika haid atau baby blues pada ibu pasca melahirkan.
Rasa nyeri haid, sakitnya melahirkan dan gejolak-gejolak psikologis inilah yang tidak pernah dialami (dan dipahami) oleh laki-laki.
Sayangnya, sesama perempuan yang memiliki pengalaman biologis dan ketubuhan yang sama, kadang ikut merisak mereka yang dinilai tidak memenuhi standar kecantikan.Â
Memaksakan penampilan awet muda dan tubuh langsing pada perempuan lain yang telah memiliki anak tanpa mau peduli bahwa tidak semua perempuan memiliki modal, privilese dan akses yang sama.