Ada yang sampai sakit jiwa karena tidak tahan dengan siksaan yang kejam. Adapun yang bisa bertahan dan masih hidup sampai hari ini, menanggung trauma masa lalu yang dalam sembari berharap agar negara meminta maaf.Â
Stigma negatif juga diterima oleh anggota keluarga eks tapol.Â
Anak-anak mantan anggota Gerwani dipandang sebagai anak pelacur yang tidak bermoral.Â
Gara-gara stigma itu, hidup mereka jadi serba sulit.Â
Keluarga tercerai-berai, sulit bergaul karena masyarakat terlanjur memberi cap jelek dan kesulitan dalam menempuh pendidikan maupun mencari pekerjaan karena dianggap "tidak bersih" (baca: lewat kebijakan bersih lingkungan, anak-cucu keturunan eks tapol tidak diperkenankan menjadi PNS, polisi, TNI dan beberapa pekerjaan lain, terutama di instansi negeri atau pemerintahan).Â
Kemunduran Pergerakan Perempuan Â
Dikutip dari bbc.com, antropolog Universitas Amsterdam yang bertahun-tahun meneliti tentang Peristiwa 1965, Saskia Wierenga mengatakan bahwa fitnah seksual terhadap perempuan-perempuan progresif dilakukan untuk mengontrol perempuan dengan dalih "menjaga stabilitas negara". Padahal ide-ide yang diperjuangkan oleh Gerwani sangat krusial, bahkan masih relevan dalam konteks kekinian.Â
Setelah Gerwani bubar, menurut Saskia, gerakan perempuan di Indonesia sekarang ini cukup lemah.Â
Di era Orba, organisasi perempuan yang diakui negara, seperti Dharma Wanita dan PKK pun tidak seprogresif Gerwani. Melalui organisasi tersebut, peran perempuan direduksi menjadi sekadar konco wingking, hanya mengurusi urusan domestik alih-alih turut berkontribusi di ruang publik.Â
Amurwani Dwi Lestariningsih dari Masyarakat Sejarawan Indonesia juga mengemukakan bahwa dalam struktur masyarakat patriarki, sepak terjang Gerwani dalam ranah sosial-politik (ranah yang dianggap maskulin) itu aneh.Â
Masyarakat patriarki memandang ruang publik itu ranah laki-laki dan ruang domestik adalah ranah perempuan. Jadi, kalau lihat perempuan aktif dan vokal di ruang publik, laki-laki patriarki akan merasa "wilayahnya" direbut.Â
Padahal dalam menyelesaikan masalah sosial, politik dan ekonomi, perempuan punya caranya sendiri.Â