Permainan anak perempuan lebih bersifat pasif, seperti main boneka, masak-masakan, lompat tali, merias wajah.
Hal ini dipengaruhi oleh anggapan bahwa perempuan harus jadi "anak manis" yang tidak banyak tingkah sehingga anak perempuan yang memainkan permainan anak laki-laki akan dikatai "anak perempuan kok pecicilan?"
Pola asuh yang bias gender seperti contoh di atas punya dampak yang kurang sehat.
Pertama, anggapan perempuan harus selalu jadi "anak manis" tidak sepenuhnya tepat. Walaupun tidak sepenuhnya salah.
Menjadi tidak tepat ketika hal ini menjadikan anak perempuan tidak belajar tentang manajemen konflik.
Padahal konflik adalah hal yang lumrah terjadi dalam hubungan manusia sebagai makhluk sosial.
Karena sejak kecil selalu dituntut untuk menjadi anak manis, perempuan diharapkan untuk menghindari konflik demi menjaga hubungan baik.
Akibatnya ketika dihadapkan pada konflik, dipilihlah cara-cara seperti bergosip, menyebarkan rumor, mengucilkan seseorang dari kelompok dan lain-lain.
Padahal melakukan cara-cara tersebut termasuk toxic dan bisa memunculkan masalah baru di kemudian hari.
Kedua, perempuan tidak belajar tentang kompetisi yang sehat.
Perempuan yang dididik dengan konsep patriarki yang kuat akan memandang bahwa dirinya berharga ketika jadi perhatian atau dipilih laki-laki. Itu sebabnya perempuan kerap memandang kehadiran perempuan lain sebagai ancaman.