"Tapi pak, dengan hormat, apa anda berani bertempur sendirian melawan skuadron Jerman?" Seorang laki - laki bertubuh gemuk berdiri. "Apalagi Penembak Cepat tidak pernah memamerkan jati dirinya. Berbeda dengan orang yang memamerkan rasa patriotnya demi meraih simpati."
    Terdengar bisikan disana - sini. Sejumlah suara mulai bermunculan mendukung pendapat  tersebut.
    Sebelum situasi menjadi kian ricuh, Sir George Wilkinson segera naik ke podium. Diambilnya mikrofon dari tangan pemabuk tadi.
    "Tuan - tuan dan nyonya - nyonya, tidak perlu berdebat lagi. Tenangkan hati anda semua. Dan anda sendiri, pak ...," Wilkinson menoleh pada si pemabuk yang cengar - cengir, "kembalilah ke meja sebelum didamprat oleh istri anda."
    Pemabuk itu pun ngeloyor pergi. Provokator telah disingkirkan. Suasana perlahan kembali normal. Para tamu yang tadinya berdiri kini kembali duduk.
    "Mohon maaf, Sir George ...," seorang perempuan tiba - tiba berdiri, "kami sudah lama mendengar tentang kehebatan Si Penembak Cepat. Anak saya sedang sakit dan ingin bertemu idolanya tersebut. Bisakah anda memberitahu dimana dia?"
    Sir George Wilkinson terdiam. Tak bisa menjawab. Ia sama tidak tahunya dengan ibu muda tersebut. Sementara itu mata Arabel dan Eduard juga tak lepas dari Sir George. Kedua orang Jerman itu sama penasarannya dengan sang ibu muda.
    "Benar, tuan." Seorang nenek - nenek lalu ikut berdiri. "Sebagai pihak berwenang anda seharusnya dengan mudah mengetahui jati dirinya. Tolonglah rakyat biasa seperti kami untuk bertemu pahlawan itu."
    Sir George makin terpojok. Para tamu yang lain segera menyuarakan keinginan sama. Mendadak terdengar suara seorang pria dari belakang.
    "Dia bukan orang baik seperti yang kalian sangka!"
    Semua hadirin menoleh ke belakang. Mereka memandang Lancelot yang sedang berdiri. Stella tak menduga Lancelot akan ikut campur. Wajah gadis itu berubah pucat. Segera terbayang liputan beritanya akan jadi kacau malam ini.