Di bawah sana kediaman Lord Cavanaugh sudah terlihat. Lancelot harus menukikkan pesawatnya ke tempat tersebut. Itulah target serangannya. Stuka adalah pesawat bertipe pembom-tukik. Cara kerjanya, pesawat menukik menuju sasaran di bawah hingga sedekat mungkin, kemudian menjatuhkan bom.
    "Dia mulai menukik!" Salah satu pilot RAF berteriak. Seruan itu langsung menyadarkan rekan - rekannya. Mereka harus menembak jatuh pesawat Lancelot sebelum bom dijatuhkannya. Tembakan - tembakan dari para pilot RAF kini semakin gencar.
    Akankah Penembak Cepat Inggris tewas disini? Sungguh ironis. Terbunuh di tangan rekan - rekannya sendiri. Bukan gugur melawan Nazi Jerman.
    Lancelot terus mengawasi sasaran di bawahnya tanpa berkedip. Pesawatnya telah menukik tajam. Jemarinya sudah bersiap menekan tombol pelepas bom. Butuh kecakapan bagi pilot pesawat non-bomber seperti dirinya untuk mengemudikan pesawat ini.
    "Dia belum juga jatuh!" Para pilot RAF terus menembaki Lancelot. Mereka panik karena Stuka itu makin dekat ke sasaran. Ratusan peluru beterbangan dari senapan pesawat - pesawat RAF, mengoyak badan Stuka sehebat - hebatnya. Namun belum juga Lancelot tunduk.
    Di dalam Stuka Lancelot melirik alat pengukur ketinggian. 900 meter ... 800 meter .... 700 meter ... ketinggian pesawatnya terus menurun. Di ketinggian 450 meter nanti bom bisa dijatuhkan. Mesin Stuka meraung keras seiring makin dekatnya pesawat ke sasaran. Kehilangan ketinggian begitu cepat menyebabkan kepala Lancelot pusing.
    "Jangan lakukan ... !"
    Bayangan Stella berputar - putar di pelupuk mata. Lancelot memegangi kepalanya sambil berteriak. Segalanya terjadi begitu buyar dan menyiksa. Suara tembakan dari pilot - pilot RAF terus membahana.
    Dan kini ketinggian 450 meter!
    Tangan Lancelot secepat kilat bergerak.
(Bersambung ke episode terakhir, besok)