Lancelot turut mendengar pidato Churcill dari sebuah kamar. Sesungguhnya ia juga termasuk ksatria tersebut. Bahkan perannya dalam pertempuran 15 September tidaklah kecil. Akibat penghadangan udara yang dilakukannya, sempat tertundalah serangan maut armada Jerman atas London. Meski hanya sebentar, penundaan tersebut memberi lebih banyak waktu bagi pilot - pilot RAF untuk bersiap.
    Namun Lancelot tak peduli akan jasanya itu. Tidak sama - sekali. Ia datang ke London bukan untuk jadi pahlawan. Lancelot memang berhasil melindungi penduduk London. Namun ia justru kehilangan gadis yang disayanginya. Stella sudah meninggal.
    Lancelot berulang kali menggelengkan kepala. Rasanya masih tak percaya. Padahal Lancelot kembali ke London untuknya juga. Padahal Stella selalu menasehati Lancelot supaya kembali ke jalan yang benar. Namun di saat seperti ini, saat semua keberhasilan telah dicapai, Stella justru telah pergi. Tidak ikut merayakan kemenangan bersamanya.
    Mana nasehat - nasehat sok bijakmu itu?
    Lancelot mengatupkan bibirnya kuat - kuat. Menahan kesedihan.
    Kaulah gadis tercantik di London. Kaulah yang berhasil menyadarkanku untuk melupakan dendam. Aku akan selalu mengenangmu. Tapi ....
    Lancelot lalu membungkuk, mengambil selembar surat yang jatuh ke lantai. Ditatapnya surat tersebut lama sekali. Lancelot sudah membaca isinya. Surat itu membuat giginya bergemeretak. Membuat hatinya goyah kembali. Terbayang isi surat itu untuk kesekian kali di benak Lancelot.
    Kepada tuan Lancelot Green.
    Tak banyak waktu lagi yang kupunyai. Aku harus menulis surat ini untukmu. Tak perlu kautanyakan alasannya. Aku hanya ingin membantumu. Ini tentang seorang anggota parlemen bernama Lord Cavanaugh. Orang itu
    ............................
    ............................