Peluh bercucuran di wajah Lancelot. Pikirannya sudah tak lagi waras. Sebuah rencana sarat emosi terbayang dibenaknya. Terbang ke kediaman Cavanaugh dan menjatuhkan bom. Dendam harus dilunaskan. Sudah lama Lancelot penasaran siapa orang yang memfitnah ayahnya. Dan kini jati diri orang itu sudah terbongkar!
    Maafkan aku Stella ... maafkan aku!
    Kalimat itu berkali - kali tergumam di hati Lancelot. Namun semakin lama diucapkan, semakin timbul perasaan bahwa Stella tak akan memaafkannya. Gadis itu sudah membimbingnya untuk melupakan dendam. Dan ia telah berhasil. Namun Lancelot justru terperosok kembali ke jurang itu.
    Surat tersebut telah membangkitkan setan yang terkubur.
    Pesawat Stuka makin mendekati kediaman Cavanaugh. Pikiran dan hati Lancelot pun semakin ngelantur. Segala memorinya bersama Stella muncul bagaikan film yang diputar dalam otak. Gumpalan awan kini seakan membentuk wajah Stella. Gadis itu tersedu.
    Stella sedih melihatku?
    Lancelot mengusap matanya yang basah. Tidak. Ia tidak boleh ragu. Sudah jelas itu hanya khayalan saja. Ia harus secepatnya sampai di rumah Cavanaugh. Ini demi keluarganya. Demi ayahnya. Mereka tentu puas bila durjana itu menerima hukuman!
    "Jangan lakukan itu!"
    Bayangan Stella seolah memohon padanya. Lancelot memegangi kepalanya yang pening. Khayalan laknat itu kini makin menjadi.
    Pesawat Stuka Lancelot mulai oleng. Kestabilannya terganggu karena pikiran Lancelot goyah. Tanpa disadarinya, sejumlah pesawat tengah mengejar dari belakang. Pesawat - pesawat itu adalah pemburu RAF yang baru saja mengudara. Mereka kaget ada pesawat Jerman yang menerobos masuk.
    Dasar nekat, berani sekali menyerang sendirian. Padahal Operasi Rajawali sudah dihentikan. Pemburu - pemburu RAF itu segera melepaskan tembakan. Mengenai sayap kanan dan kiri pesawat Lancelot. Membuatnya terguncang keras. Namun Lancelot masih mampu menjaga keseimbangan terbang.