Galileo Galilei memang merupakan tokoh penting dalam sejarah ilmu pengetahuan. Ia adalah seorang astronom, fisikawan, dan ilmuwan yang menghadapi kontroversi besar dengan Gereja Katolik karena penemuannya tentang tata surya. Galileo mengungkapkan bahwa bumi bukanlah pusat tata surya, melainkan bahwa matahari-lah yang menjadi pusatnya. Ini bertentangan dengan keyakinan gereja yang sesuai dengan pandangan Alkitab pada saat itu, yang menyatakan bahwa bumi adalah pusat semesta. Pada tahun 1633, Galileo disidang oleh Dinas Suci Inkuisisi Gereja Katolik Italia karena pandangannya yang berbeda ini. Dia dijatuhi hukuman dan dikucilkan oleh gereja. Otoritas gereja bahkan ingin menghapusnya dari sejarah perkembangan ilmu pengetahuan. Meskipun dia terbebani oleh pandangan otoritas keagamaan pada zamannya, penemuan dan kontribusinya tetap menjadi tonggak penting dalam kemajuan ilmu pengetahuan, khususnya dalam memahami astronomi dan fisika.Â
Pandangan Galileo Galilei tentang sistem Heliosentris, di mana matahari merupakan pusat tata surya, memang menjadi perdebatan besar pada masanya. Pandangan ini bertentangan dengan pandangan geosentris yang dipertahankan oleh gereja pada saat itu, yang menyatakan bahwa bumi adalah pusat semesta. Sistem heliosentris, yang pada awalnya diajukan oleh Nicolaus Copernicus dan dikembangkan oleh Johannes Kepler dengan Hukum Gerak dan Orbit, menandai pergeseran paradigma besar dalam pemahaman kita tentang alam semesta. Namun, pandangan ini tidak segera diterima karena konflik dengan interpretasi religius yang dominan pada saat itu. Galileo adalah salah satu yang secara terbuka mendukung pandangan heliosentris ini, sehingga menjadi sasaran dari otoritas gereja yang menganggap pandangan ini sebagai ancaman terhadap keyakinan yang ada. Meskipun ditentang pada masanya, pandangan heliosentris ini akhir.
Pertikaian antara Galileo Galilei dan Gereja Katolik Roma memang memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya dialog dan pemahaman antara sains dan agama. Konflik tersebut mencerminkan perbedaan pandangan antara pengetahuan ilmiah dan keyakinan religius pada masanya. Saat ini, perdebatan antara sains dan agama masih menjadi topik yang relevan dalam masyarakat modern. Namun, bukan berarti keduanya harus saling bertentangan. Sebaliknya, dialog yang konstruktif antara sains dan agama bisa memberikan wawasan yang lebih dalam tentang realitas manusia dan alam semesta. Menciptakan peradaban yang berkelanjutan memerlukan pemahaman yang lebih luas, yang mencakup perspektif sains dan nilai-nilai keagamaan. Kerjasama antara kedua bidang ini dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kemajuan manusia dan perkembangan peradaban.
Pandangan Ziauddin Sardar tentang tanggapan umat Islam terhadap sains modern membagi ilmuwan Muslim ke dalam tiga kelompok yang berbeda dalam pendekatannya terhadap sains modern. Pertama, kelompok apologetik cenderung melihat sains modern sebagai sesuatu yang universal dan netral. Mereka berupaya melegitimasi hasil-hasil sains modern dengan interpretasi ayat-ayat Al-Quran. Dalam pandangan mereka, sains modern dapat sejalan dengan ajaran Islam, dan mereka mencoba menemukan kesesuaian antara kedua bidang ini. Kedua, terdapat kelompok ilmuwan Muslim yang bekerja di bidang sains modern namun melakukan pemilahan terhadap elemen-elemen yang dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Mereka berpendapat bahwa meskipun sains modern berkembang, aspek-aspek tertentu perlu disesuaikan dengan nilai-nilai Islam. Mereka percaya bahwa sains dapat digunakan sebagai sarana untuk mewujudkan cita-cita Islam. Ketiga, kelompok lainnya adalah mereka yang meyakini keberadaan sains Islam dan berupaya membangunnya. Di beberapa negara, seperti di Iran, ada upaya untuk mempromosikan sains Islam sebagai suatu entitas yang berdiri sendiri. Mereka melihat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai kontribusi yang dapat memberikan manfaat bagi agama, bangsa, dan negara, serta membantu menciptakan produk-produk ilmiah yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Pendekatan yang berbeda ini mencerminkan beragamnya pandangan dan pendekatan ilmuwan Muslim terhadap sains modern, dari yang mencoba mengintegrasikan sains dengan nilai-nilai Islam hingga yang melihatnya sebagai entitas terpisah yang dapat memberikan kontribusi kepada umat manusia.
Al-Qur`an sebagai sumber utama dalam Islam menginformasikan dengan beberapa ayatnya tentang anjuran mengembangkan ilmu pengetahuan. Ayat pertama yang diturunkan kepada rasul adalah iqra surat al-Alaq ayat 1-5.Â
() () () () ()
Ayat ini, secara umum, mengandung konsep pengembangan ilmu pengetahuan yang mendorong untuk membaca dengan menyebut nama Tuhan yang Menciptakan. Ayat ini menekankan bahwa Tuhan telah menciptakan manusia dari segumpal darah, dan Dia adalah Maha Pemurah yang mengajarkan manusia melalui pena (kalam). Allah mengajarkan kepada manusia hal-hal yang sebelumnya tidak diketahuinya.
Ayat ini turun kepada Nabi Muhammad saat beliau berada di gua Hira dalam periode bermeditasi. Kata "iqra" (bacalah) dalam ayat pertama menunjukkan pentingnya membaca sebagai langkah awal untuk memperoleh pengetahuan. Ini merupakan pendorong yang mendorong untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
 Al-Qur'an memerintahkan penggunaan akal manusia dan pengamatan terhadap ayat-ayat Allah baik yang terkandung dalam Al-Qur'an maupun yang termanifestasi dalam alam semesta. Al-Qur'an menekankan pentingnya untuk merenungkan dan mengkaji tanda-tanda Allah dalam penciptaan-Nya. Hidayah yang diberikan Allah kepada manusia, termasuk pendengaran dan penglihatan, adalah anugerah yang membantu manusia berinteraksi dengan alam semesta dan dengan sesama manusia di sekitarnya. Ini menunjukkan pentingnya pengamatan, refleksi, dan pemahaman terhadap kebesaran ciptaan-Nya.
Diisyaratkan juga dalam al-Qur`an surah Muhammad ayat 19 yang berbunyi
 ( (