Negara-negara Barat juga berusaha mencegah negara-negara Islam untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi mereka sendiri, sehingga mereka tidak bisa menandingi kekuatan Barat.
Hidayah yang diberikan Allah kepada manusia merupakan petunjuk yang memungkinkan mereka untuk memahami diri mereka sendiri, dunia di sekitar mereka, asal-usul mereka, tujuan akhir mereka, serta pesan yang dibawa oleh para rasul. Allah memberikan manusia indra, di antaranya pendengaran dan penglihatan, untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar mereka. Dengan indra ini, manusia dapat memahami dan menjelajahi segala yang ada di sekitar mereka. Kata-kata tertentu dalam Al-Qur'an seperti "an-nazhar", "ar-ru'yat", dan "al-bashar" mengandung perintah untuk mengamati alam dan fenomena sosial dengan menggunakan panca indera, serta menganjurkan untuk memperhatikannya dengan daya pikir. Ayat-ayat tersebut mendorong manusia untuk berpikir secara rasional dan mengembangkan berbagai jenis penalaran, termasuk penalaran induktif, deduktif, sintesis, dan analogi yang merupakan bagian dari penalaran ilmiah. Ini menunjukkan bahwa Al-Qur'an memberikan dorongan kepada umat manusia untuk menggunakan akal pikiran mereka dalam memahami dunia di sekitar mereka.
Dalam hal ini, terdapat penekanan penting pada integrasi antara ajaran agama dan ilmu pengetahuan modern, serta betapa pentingnya untuk menjaga keseimbangan antara keduanya demi kesejahteraan manusia dan alam semesta.
Â
yang artinya kurang lebih seperti ini "Tuhanku tambahkanlah ilmu pengetahuanku". Di samping itu perlu dikemukakan bahwa manusia memiliki naluri haus pengetahuan sebagaimana dilukiskan Rasulullah Saw dalam sunnahnya. "Ada dua keinginannya yang tidak pernah terpuaskan yaitu keinginan untuk mencari ilmu dan mencari harta" (M. Quraish Shihab, 1996: 447).
Yang penting adalah mengarahkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kebaikan umat manusia dan lingkungan, tidak untuk menyebabkan kerusakan atau ancaman bagi mereka. Agama dan moralitas yang sejalan dengan ajaran agama adalah pedoman yang mengarahkan penggunaan ilmu dan teknologi. Dalam mengembangkan dan menerapkan ilmu, agama Islam bisa menjadi panduan untuk menyatukan agama dan ilmu pengetahuan, menggabungkan wahyu dan akal manusia. Inilah letak hubungan antara ajaran Islam dari Al-Qur'an dan Al-Hadis dengan ilmu pengetahuan yang berakar pada pemikiran dan penalaran manusia.
Muhammad Quthb membahas bahwa pesan Rasulullah dalam mendorong menuntut ilmu memiliki makna yang unik, mungkin karena sumbernya dari pengalaman langsung dengan Tuhan. Tidak diragukan bahwa perintah menuntut ilmu dalam agama, baik dari Al-Qur'an maupun hadis Nabi SAW, ditujukan kepada semua individu Muslim tanpa memandang jenis kelamin, usia, atau status sosial. Lebih penting lagi, perintah tersebut tidak membatasi atau memisahkan berbagai bentuk ilmu pengetahuan. Semua pengetahuan yang bermanfaat bagi kehidupan agama manusia harus ditekuni dan dikembangkan.
Benar, ada kesadaran dalam ajaran Islam untuk menempatkan pengetahuan agama sebagai prioritas utama, diikuti oleh pengetahuan dunia yang mendukung agama. Ini sering dijelaskan oleh beberapa ulama sebagai 'ulum al-din (ilmu agama) dan 'ulum al-dunya (ilmu dunia). Pendekatan ini menunjukkan perlunya menguasai dan memahami kedua jenis ilmu pengetahuan tersebut, sehingga umat Islam dapat mengakomodir dan menguasai berbagai bentuk pengetahuan untuk kepentingan mereka.
Informasi tentang buku Uyn al-Anb' fi abaqat al-Aibba' karangan Ibn Abi Ushaybi'ah memang menarik. Buku ini menampilkan biografi ratusan ilmuwan Muslim yang berperan penting dalam sejumlah bidang ilmu pengetahuan pada masa lampau. Sebagian besar dari mereka memiliki kontribusi yang signifikan dalam perkembangan sains dan pengetahuan pada masa kejayaan intelektual Islam. Sangat disayangkan jika pengetahuan tentang tokoh-tokoh ini terbatas di kalangan tertentu saja. Pendidikan yang cenderung berpusat pada ilmu Barat seringkali menyebabkan kurangnya pengetahuan tentang kontribusi besar yang diberikan oleh dunia Islam pada perkembangan ilmu pengetahuan. Meskipun demikian, sejarawan dan cendekiawan modern telah mulai memberikan pengakuan atas warisan ilmiah Islam dan pengaruhnya yang signifikan terhadap perkembangan sains dan keilmiahan global.
Ibn Rushd, yang juga dikenal dengan nama Averroes, adalah seorang cendekiawan dan filosof Muslim terkenal yang hidup pada abad ke-12. Kontribusinya yang besar dalam dunia ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang filsafat, telah mengilhami banyak kalangan pelajar dan sarjana, tidak hanya di dunia Islam tetapi juga di Barat. Pemikiran Ibn Rushd membuka jalan baru dalam bidang filsafat, dan karyanya telah dijadikan sumber inspirasi di banyak universitas terkenal di Andalusia, seperti Universitas Cordoba, Sevilla, Malaga, Granada, dan Salamanca. Eksplorasi dan transformasi pandangannya dalam filsafat telah menjadi titik balik penting dalam sejarah intelektual, dan warisannya masih mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan dan pemikiran filosofis hingga saat ini.
Pengaruh Ibn Rushd dalam dunia akademis tak hanya terbatas pada wilayah Islam, tapi juga menyebar ke Eropa. Banyak pelajar Eropa yang datang ke institusi-institusi di Andalusia untuk menimba ilmu, lalu membawa gagasan-gagasan Ibn Rushd kembali ke Eropa. Universitas-universitas terkemuka di Italia seperti Padua, Bologna, Ferrara, dan Venice menjadi tempat berkembangnya pemikiran Ibn Rushd di benua Eropa. Karyanya bahkan diterjemahkan dan dicetak berkali-kali di Eropa dan bahasa Latin, seperti yang disebutkan oleh Ernest Renan. Di Universitas Paris, Prancis, juga terjadi hal serupa. Tokoh-tokoh pendidik dari Andalusia diajak khusus untuk mengajarkan pemikiran Ibn Rushd. Bahkan, di universitas tersebut terdapat seorang guru besar, Siger de Brabant, yang mengkhususkan diri dalam mengomentari karya-karya Ibn Rushd. Hal ini menunjukkan betapa besar pengaruh Ibn Rushd dalam dunia pendidikan dan pemikiran intelektual pada masanya.