'Tuh, kan bener. Apa juga aku bilang. Juragan Broto yang dibilang baik oleh Galih itu mana ada baik-baiknya. Eh, maksudnya dia baik memang karena ingin memperistri Ibunya Galih' aku menggerutu dalam hati.
Kali ini Galih salah lagi soal panutannya itu, memang manusia itu tak ada yang patut untuk dipanuti dalam hidup ini, tak jua Ustadz salim yang alim, juragan Broto yang dermawan ataupun Nenek yang sudah membantu banyak orang.
"Kira-kiraa Bik Halima mau gak ya, Mang?" tanyaku basa-basi, jika aku yang diposisi Bik Halima tentu saja akan kutolak mentah-mentah, bayangkan saja, istri kempat. tapi jika ia menolak, sedih juga. Di desa ini apa-apa punya juragan Broto seseorang yang menolak tawaraannya dapat dipastikan hidupnya akan sengsara kedepannya.
'Malang sekali nasib Bik Halima'
Aku berniat mengikuti rombongan yang akan kerumah Bik Halima untuk menyaksikan rombongan lamaran dari juragan Broto. Sesaat kemudian daun telingaku ditarik keras oleh seseorang dari belakang.
"Aduh, duh, duh," keluhku menahan sakit
"Maaf, Hana. Paklik cuman di suruh nenek," kata paklik Malin yang menjewer kupingku atas perintah nenek yang melotot di teras rumah panggung.
"Jangan coba-coba kau latah mengikuti orang-orang, Hana!" seru Nenek.
Aku menggelembungkan wajah sebal.
***
"Apa?" aku terlonjak kaget demi mendengar Ucapan Galih.