Sesuatu yang halus menyusup dalam diri. Suatu yang muncul dengan intensitas yang cukup sering itu kurasakan mencongkel celah pertahan yang kubuat kokoh selama ini. Mulai meniatkan untuk tak lagi menempatkan motor pada posisi yang paling mudah dijangkau, melainkan sudut tersulit. Karena yakin bantuan itu akan datang, dan itu boleh jadi menjadi kesempatanku dan dia.Â
Dari bantuan-bantuan kecil yang ia lakukan membuatku semakin percaya diri bahwa ia menyukaiku. Setidaknya begitu, jika tidak untuk apa ia melakukan hal-hal seperti itu yang dapat dibilang tak ada guna untuknya.
Aku mulai merangkai-rangkai sesuatu yang berkelindan dalam benak dan fikirku. Tak jarang aku tertangkap basah tiba-tiba tersenyum sendiri. Apa yang kufikirkan? jelas sekali itu tentang dia. Sesuatu yang kusadari adalah perasaan cinta yang tumbuh dari bantuan-bantuan yang konsisten dilakukan.
"Eh, Sya, Ra, mau nemui dosen juga?"Â
"Eh, iya. Sudah nemui tadi."
"Mau langsung balik?"
"Eh, Belum. Masih ada perlu," jawabku menyembunyikan rona pipi yang semakin memerah.Â
Sebenarnya aku bertahan di tempat tunggu hanya untuk melihatnya. Setelah mendengar salah seorang teman yang berbicara bahwa hari itu juga jadwal bimbingannya. Dan apa yang ditanyakannya tadi? soal balik, apa ia akan terus membantuku mengeluarkan motor dari parkiran lagi dan lagi.Â
"Ra, eh ngapa senyum-senyum sendiri," sapa Vin yang baru datang menepuk pundakku.
"Liat Reyhan gak?"
"Ke ruang Pak Ardian, Vin," terangku dan Sya yang disahuti anggukan kepala dari Vin. Segera gadis dengan perawakan tinggi itu menyusul setelah berpamitan duluan denganku dan Sya.Â