Mohon tunggu...
Lukianto Suel
Lukianto Suel Mohon Tunggu... Freelancer - Biasa, tak ada yang istimewa

Menulis itu seperti berbicara tanpa lawan...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Puisi dan Musik

28 Februari 2024   11:26 Diperbarui: 28 Februari 2024   11:29 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tujuh tahun kemudian iskandar telah kembali. Ia bekerja selama tiga tahun disebuah dinas yang bergerak dibidang perhubungan, di kota Magelang Sesekali ia pergi ke Jogya, kota ditempat kampus mereka dulu belajar. Namun tentu saja ia tak menemukan Kristin seperti dulu, karena gadis itu telah lulus empat tahun yang lalu. Ia selalu duduk di kusi kantin tempat mereka saat itu pertama kali bercanda berdua.

"Halo mas iskandar...." Sapa pemilik kantin yang masih mengelola tempat makan mahasiswa itu sampai saat ini." Saat mas Iskandar telah lulus, mbak Kristin selalu duduk disini lho...., selalu saja es jeruk dan camilan yang sama yang dia pesan....."

Iskandar terperangah. Disana, dinegeri Korea Selatan yang dingin, ia juga selalu memesan es jeruk kendatipun cuaca dingin. Namun dinegeri itu, ia tak bisa menemukan camilan ubi goreng dan keripik yang sama seperti saat mereka makan ditempat itu. Selama dua setengah tahun ia melakukan yang sama. Iskandar menyelesaikan studinya dengan cepat agar segera lulus dan kembali ke negaranya. Selain rindu dengan suasana hangat suhu udara, ia juga rindu akan wajah, senyum dan binar mata yang selalu mengisi diamnya. Beberapa gadis dari Indonesia ada yang ingin menarik perhatiannya, bahkan ada gadis asal Korea yang ingin berdekatan dengannya, namun selalu saja sebingkai foto gadis yang ia simpan di foto.google, menyebabkan ia enggan menerima mereka.

Sampai akhirnya disuatu sore ia menerima sebuah telepon dari nomer yang tidak tercatat dalam nomer kontaknya. Beberapa kali teleponnya berdering dari nomer yang sama, namun ia enggan mengangkatnya karena ia tak ingin menerima telepon dari pemasaran asuransi atau yang lain. Namun ketika nomer itu mengirimkan sebuah rekaman dari suara yang ditulis dengan narasi: "Kak, ini suaramu tujuh tahun silam, maaf ya mengganggu......" sambil disisipkan emoticon tangan bersedekap. Cepat-cepat dibuka oleh Iskandar. Ya Allah....ampuni hamba...." Desah Iskandar

Puisi yang terbaca dengan diiringi musik yang mendayu-dayu dari Auni yang berjudul Twinkling Lights, terdengar sangat penuh perasaan akan hati seorang perempuan yang tengah mendamba dan merindu, namun tak pernah bisa terungkap, hanya binar mata, senyum dan sentuhan kecil yang mampu menggambarkan semuanya. Cepat-cepat Iskandar menelepon nomer tersebut, agar tak mengganggu sekelililngnya iskandar keluar ruangan menuju halaman belakang kantornya yang tidak terlalu ramai.

" Assalamu'alaikum kak Is....." terdengar suara yang selama ini sangat ingin ia dengarkan. Assalamu'alaikum? Fasih sekali suara itu berucap darimana belajarnya? "Maaf ya kak, mengganggu kegiatan kakak. Sudah berapa putra kakak sekarang? Aku ingin sekali ketemu dan menggendong mereka....." Suara itu tiba-tiba menyerobot tanpa bisa dihentikan setelah iskandar menjawab salamnya. " Biar cepat ketularan ya kak Is,......" dalam kata terakhir ini seperti ada yang bergetar . Dan memang diujung telepon sana, ada yang menggenang kembali diujung mata indah itu. Entah genangan bahagia atau sedih yang gadis itu tak bisa atau belum tahu terjemahannya.

"Wa'alaikumussalaam, Dik Kristin?" suara iskandar.

"Iya kak.... Sudah lupa ya.... Memang saya sekarang sudah banyak berubah kak, sedikit lebih gemuk, suaraku juga membesar, padahal setiap hari minum es jeruk, seperti dulu....." Kembali ada yang begetar ketika Kristin menyebutkan 'seperti dulu'

"Yaa... samalah kita dik....perutku juga sedikit buncit, karena jarang berolah raga...." Balas iskandar sambil tertawa kecil.

Kristin akhirnya bercerita ketika ditanyakan, bagaimana ia bisa menemukan nomer Iskandar. Suatu saat ia menerima seorang klien yang juga suka menulis namun bukan puisi tetapi cerpen. Kristin lalu  bercerita kalau punya kenalan yang seneng nulis dan baca puisi, bahkan tujuh tahun silam pernah mengisi suaranya disebuah radio  swasta. Lha kok orang itu jadi nyambung saat menyebut nama samarannya di radio. Kristin bergitu bersemangat untuk mengetahui nomer HP orang dibicarakan. Kemudian dengan bersemangat pula keesokan harinya menelepon, walaupun tak terjawab. Akhirnya, walaupun dengan sangat ragu2 karena takut salah nomer, Kristin mengirimkan suara yang direkamnya tujuh tahun silam yang masih disimpannya. Alhamdulillah ternyata ia tak salah orang, suara jawaban salamnya sangat ia kenal.

Suasana jadi semakin larut. Kristin lalu bercerita bahwa sekarang ia ada di kota Surakarta, bekerja disebuah kantor konsultan keuangan dan pajak. Masih tetap dengan motor yang sama "Belum mampu beli yang baru kak...." Katanya sambil tertawa. Suasana panas siang itu jadi sedikit sejuk. Mungkin percakapan itu tidak akan berhenti jika bukan salah seorang staff Iskandar memberi tahu bahawa dia dipanggil kepala dinasnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun