Mohon tunggu...
Luhut A Pandiangan
Luhut A Pandiangan Mohon Tunggu... Relawan - Invictus

Filsafat, Teologi, Sastra, Seni, dan Revolusi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kebetulan dan Keberuntungan

29 November 2019   08:54 Diperbarui: 29 November 2019   08:53 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Oh, yeah. . . .! AC Milan 1 vs 0 Juventus. Pertandingan yang menarik, gol telat dari Kaka mengantarkan 3 poin untuk I Rossoneri . Itu semakin mengokohkan Milan di pucuk klasemen Seria A, terpaut belasan angka dari Juventus.

Hah...., sudah pukul tiga. Mataku sudah merah. Sejurus kemudian aku tertidur.

"Bas pushundu saja..., bas ukurndu saja...." Whoah... alarm hpku berdering, lagu favoritku, Kam Plato. Sesaat kemudian alarmku terhenti.

Memang aura batinku masih merayu akal sehatku untuk melanjutkan tidur, dan waktu sudah pukul lima lewat lima belas. Ingat, ingat masih ada pr ipa yang belum selesai, meringkas bab 3. Tanpa basa basi, langsung saja kutuntaskan tugas ini dalam tempo sesingkat singkatnya.

"Gus, bangun bangun, lalu mandi, biar gak terlambat nanti!" seru ibuku dari dapur. Padahal aku udah bangun.
"Iya, iya, mak." balasku dari lantai dua.

____

Hari ini, ayahku terlambat bangun, terpaksa diri ini menaiki angkutan umum. Menunggu sejenak, terlihat angkutan tua berstiker Rossi sedang ngebut. Ini dia nih driver langganan gue. Kucegat angkutannya dengan tanganku.

"Bang! Biasa ya?..." kataku sambil tersenyum.

"Oke dek, berangkat!..." serunya.

"Gaspool bang, hahah" tambahku

Di depan aku duduk, kuturunkan kaca sampingnya, sembari merasakan udara hampa yang terus merangsek ke diriku karena ngebutnya angkutan ini. Menoleh  mata ke kiri, depan, kanan, mencermati realita sosial dari berbagai kacamata perspektif, mengobservasi dan menganalisis. Heheh, macam jurnalis aja aku.

Timer lampu merah di simpang Jamin Ginting ini lama juga. Jadinya kami tertahan dua kali. Kuisi waktu kosong ini dengan mengolah pikiran. Hal yang sama atau mungkin tidak berubah adalah sekumpulan insan yang sedang mencari makan dengan menjual koran(SIB, Tribun, Kompas), minuman, makanan ringan, suvenir, atau juga membersihkan badan mobil dengan  kemoceng sambil melantunkan setangkup lagu pop. Serba serbi lakon kehidupan. 

____   

"Makasih ya, bang" cetusku.

"Oke dek, baik baik kau yang sekolah itu ya? katanya dengan titah senyum.

"Hah, oke bang" balasku.

Dengan segera kuturuni angkutan tua ini, berwarna hijau namun sudah keropos, angkutan ini masih sekencang mobil Dominico Toretto di fast and furious 7.

Kusebrangi jalan Ki Hadjar Dewantara ini, lokasi sekolah favorit. Terpandangku sekolah ini, sekolah yang ingin meniti siswa siswinya. Sungguh besar  kurasa  peran sekolah dalam mendidik dan mengembangkan generasi muda ini untuk kemajuan bangsaku ini. Sekolah ini cukup luas, ada lapangan bola basket, bola kaki, bola voli, futsal, ada lima kantin, cukuplah menampung penghuni sekolah yang berjumlah kurang lebih seribu orang.

"Hei, kekmana malammu tadi?" tanya Robert. Ia adalah penggemar klub bola Manchester United. Fans garis keras. Dia mengoleksi banyak stiker logo dan pemain MU. Pemain favoritnya yaitu legenda Ryan Gigs, seorang gelandang tengah.

"Gitulah, macam gak tau aja kau." pungkasku.

 "Hahahah, cemilan menang." ejeknya padaku.

"Wkwkkk.., daripada MU imbang lawan Manhester City? Manchester is blue!" balasku balik.

"Hei, hei, hei, dari tadi bicara mulu, piketnya kapan?" potong Desy, sekretaris  kelasku, sangat feminis, tapi bagiku dia sangat baik. Sangat sering dia baca buku. Buku-bukunya yang dibeli, semuanya original. Maklumlah orangtuanya Dosen di USU. 

"Iya Des..!" balasku.

"Perwakilan ya Gus!" timpal Robert.

"Heh, apaan perwakilan, gak boleh, kalian dua harus piket. Kalau nggak? Gue tulis nama lo berdua di death note!" ungkapnya Desy dengan sinis dan serius.

"Iya, iya, iya," serentak kami berdua memacu kecepatan mengambil ember ke kelas dan mengisinya di toilet, sehabis itu melap kaca dan menyapu kelas.

"Hah, takut juga lo berdua!" tiba tiba Desy mengagetkan aku dan Robert.

"Santabi diakka parilmu tinggi." sahutku sambil tersenyum dan tertawa. Robert, Desy dan teman piketku yang lain juga merespon candaku dengan tertawa, wkwkwkwk.

"Kring, kring, kring." lonceng berdentang. Biasanya sih, kalau udah lonceng, inisiatif temanku baris belum ada. Masih ada yang duduk duduk sambil ngerumpi.

"Woi...., baris baris, Pak JS sudah datang.

____

"Stamford, perlambat helikopter ini!" kataku.

"Oke Fon." balas Stamford.

Tujuh menit perjalanan via udara menuju markas Jerman.

Dirrr, dirrr, dirrr. Tarr, tarr. Senapan laras panjang kukerahkan ke barak Jerman. Beberapa miloter dan logistiknya hangus kubuat. Temanku Joe tak lupa mendokumentasikan jerih payahku. Siapa tahu dengan itu, pangkatku naik menjadi Mayor atau jadi Jenderal, tugasku tinggal ngatur ngatur bawahan atau barangkali jadi pahlawan nasional. Hah, ekspektasiku memuncak.

"Gimana nih Alfon? Misi kita udah selesai. Kita balik yok ke barak kita?" cerutu Stamford padaku.

"Yowess broku, lets go!" jawabku.

Ngggg. Dengan lihai ku keluarkan kepalaku ke luar helikopter. Hah helikopter Triple Entente. Gawat ini.

"Danger Stam! Ada helikopter musuh, gegas bawa helikopter ini ke barak kita" pintaku.

Dirr, dirrr, dirr, tembakan cepat dilontarkan ke sayap kanan helikopter kami, dengan itu heli ini pun oleng. Semakin merajalela pula mereka menerkam kami.

"Sial, tidak ada cara lain selain keluar dari heli ini, ayo sobat, kita turun!" cetusku.

Langsung saja kami melepaskan diri dari heli ini. Happ.

Oh tidak......., tembakannya mengarah pada kami bertiga."Srrppp"

Hah,  kok gelap? Ada orang? Oh, iya ini kan di dunia lain. Sial, sial, sial, aku gagal jadi pahlawan nasional. Hah, iya, kameranya kan selamat, hanya orangnya yang gak selamat. Semoga.

____

"Fergusso..!!!! Kamu kok tidur tiduran di kelas ini?" Tiba tiba aku tersadar dan mendengar panggilan Pak JS.

"Maaf pak....., jujur tadi pagi saya menonton bola dan jam tidur saya kurang, pak." kataku dengan malu.

"Saya hargai kejujuran kamu! Tetapi sebagai gantinya...." tiba tiba perkataan Pak JS terhenti. Perasaanku semakin tidak enak. Gundah gulana hati ini. Akankah aku akan dilaporkan ke ruang BK. Oh, oh, oh, tidak......

"Sebagai gantinya......, sebagai gantinya bapak beri kamu pertanyaan" kata Pak JS.

Reda detak jantungku. "Tapi jika kamu salah menjawab, bapak bawa kamu ke ruang BK." tutupnya.

Ternyata penderitaanku belum selesai. "Siapa nama putra mahkota Austria Hongaria yang tewas dibunuh pada perang dunia I?"

Wkkwk, pertanyaan apa ini..? "Franz Ferdinand, pak" jawabku dengan semangat. Seisi kelas riuh mendengar jawabanku.

"Diam, diam..., pertanyaan selanjutnya, kapan PBB resmi didirikan?" tanya pak JS lagi.

Lagi lagi hal mudah diberikan. "24 Oktober 1945, pak!" jawabku masih dengan semangat yang membara.

"Good job Gus." kata Robert.

"Bisa aja lo kurus." Desy menimpali.

 "Gus, penemu teleskop siapa?" terdiam kelasku mendengarnya. Jantungku kembali berdegup kencang. Sejenak susasana masih hening. Kucoba membuka suara.

"Maaf pak, saya tidak tahu." jawabku dengan keringat panas. Mungkin ini kali pertamaku masuk ke ruang BK. Oh tidur!!! Kau pelita gelapku.

"Habis kau Fer" kata Robert.

"Selesai kau Gus" sambung Desy.

"Nikmati masa masa sulitmu anak muda" tembus Ricky. Ricky adalah seorang pelawak. Dia salah satu anggota komunitas Stand Up Comedy Halak Hita. Walau dia masih noob, dia selalu berusaha menunjukkan performanya.

"Hmm...." sambung pak JS memulai penderitaanku. Sambil menunggu kisah lanjutannya, kuperhatikan raut wajah teman sekelasku. Tampaknya mereka sedang menanti putusan hakim di meja guru. Di sudut pojok kanan, dekat tulisan klasik Do The Best, seorang teman tampaknya sedang berharap agar aku tidak dihukum.

"Ya..." kata Pak JS dengan tatapan tajam elang.

"Ya..., kebetulan Bapak tidak tahu siapa penemu dari teleskop ini.., maka Ferguso, kamu tidak jadi Bapak bawa ke ruang BK.

Hah, yeee. We are the champion, Dewi Fortuna masih berpihak pada diri ini. Whoahhh.....

Seisi ruangan kembali bergelora.

"Sudah, sudah, sudah yang ributnya, tiga menit lagi, tanda tanda kehidupan akan terjadi." katanya.

Kami tertawa mendengarnya. 

"Jadi sudah bisalah rileks rileks dulu yah, segarkan pikiran, Bapak rasa kamu sudah jenuh dalam persiapan ujian semester ini yah." tambah Pak JS.

"Okeh sekian."

____

Kembali meneruskan mimpi atau bangun untuk meraih mimpi tersebut.

Mendidik pikiran tanpa mendidik hati adalah bukan pendidikan sama sekali.(Aristoteles)

Sidikalang, 22 November 2018

faf13

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun