Penetapan pemerintah mengenai melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) pada 14 Februari 2024 layak disambut dengan kebahagiaan bersama.Â
Setelah ditunggu-tunggu dengan penuh kecurigaan, penetapan pemilu itu membuat berbagai pihak dengan kepentingan politik beragam merasa lega.Â
Khayalan politik bahwa Presiden Jokowi merekayasa secara langsung dan tidak langsung meneruskan jabatannya untuk ketiga kalinya menjadi pupus.
Ritual lima tahunan itu merupakan salah satu tahapan penting bagi kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis di Indonesia. Batasan 2 kali masa jabatan (selama dua kali Lima tahun) dan pemilu menjadi dua syarat penting bagi demokrasi prosedural di negeri Panasila ini.
Pemilu 2024 adalah perayaan bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan perayaan itu, masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke patut bergembira bersama memilih wakil-wakil mereka sebagai kepala daerah, anggota perwakilan (DPRD dan DPR), dan presiden-wakil Presiden.
Sambutan terhadap penetapan jadwal itu juga perlu dilakukan terhadap potensi munculnya banyak pekerjaan baru.Â
Pekerjaan itu sangat menarik karena dapat menghadirkan cuan baru atau tambahan. Pekerjaan-pekerjaan ini sangat berkaitan dengan pemilu dan memang selalu hadir di sekitar pemilu.Â
Banyaknya frekuensi pemilu di negeri ini menjadikan sebagian pekerjaan itu menjadi permanen atau tetap. Â Sedangkan sebagian pekerjaan lainnya dapat dianggap sebagai pekerjaan musiman atau hanya ada mendekati perhelatan pemilu.
Pemilu di Indonesia berlangsung di tingkat kabupaten/kotamadya, provinsi, dan nasional. Pemilu di 3 tingkatan pemerintahan itu memilih legislator dan eksekutif. Betapa menarik cuan yang bakal didapat jika bisa meraih pekerjaan politik menuju pemilu 2024 mendatang.
Masyarakat perlu mengetahui apa saja pekerjaan itu, apa saja kualifikasi pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan pekerjaan itu, bagaimana cara mendapatkan pekerjaan itu, dan seterusnya.
Tulisan ini berdasarkan pengalaman mengamati pekerjaan politik di sekitar partai politik dan politisi. Informasi di tulisan ini sama sekali bukan pengalaman saya.Â
Saya bukan politisi. Tulisan ini berasal bacaan dan pengalaman dari teman-teman lintas-partai politik. Selain itu, mereka sendiri bukan merupakan politisi yang mencalonkan diri pada pemilu, tapi yang bekerja pada atau untuk para politisi.Â
Berikut ini adalah empat pekerjaan menarik dan ber-cuan yang terkait dengan pemilu 2024 mendatang.
1. Buzzer
Pekerjaan ini menuntut orang untuk mencuit (meng-upload) pesan tertentu, me-reply, dan me-retweet pesan itu. Tujuannya mencuitkan pesan adalah mendengungkan pesan itu sehingga dapat menjadi perhatian banyak orang atau viral.
Dengan cara begitu, pesan viral itu bisa menutupi atau mengalihkan perhatian publik mengenai isu lainnya yang mungkin lebih penting. Pekerjaan ini biasanya menuntut seseorang mencuitkan pesan khusus sesuai pesanan orang.
Mendekati masa pemilu 2024, pekerjaan ini sangat efektif mendulang cuan alias uang. Selain bisa sebagai pekerjaan sampingan berfulus lebih kecil, tetapi sebagai pekerjaan full time bisa mendulang cuan lebih banyak, seperti gambar di bawah ini.Â
Jika dipercaya politisi atau partai politik, pekerjaan sebagai buzzer bisa berlangsung sampai menjelang atau, bahkan, hingga setelah terpilihnya presiden baru paska-pelantikannya pada 20 Oktober 2024.
Pekerjaan ini menuntut seseorang berada di depan laptop dan personal computer (PC) atau selalu 'memainkan' hape-nya.Â
Seorang buzzer harus memantau pesan-pesan tertentu yang sudah dikoordinasikan untuk dicuitkan setiap waktu di setiap harinya. Jika Ada pesan lawan politik yang menghadang, maka buzzer akan saling menyerang buzzer dari lawan politiknya.
Anda tidak percaya? Coba cek dunia politik Indonesia di Twitter, misalnya. Cek isu konflik Wadas di Kecamatan Bener, Purworejo.Â
Terlepas dari soal salah-benar dan tanpa berpihak, jagat Twitter diramaikan oleh pertarungan antara buzzer pendukung Ganjar Pranowo (Gubernur Jawa Tengah) dengan buzzer dari kelompok-kelompok penentangnya.Â
Yang menarik adalah konflik itu menjadi komoditas politik musuh politik Ganjar Pranowo seolah 'bersatu' memanfaatkan isu konflik itu. Padahal mereka berasal dari partai politik dan kandidat-kandidat capres berbeda.
Banyak politisi telah menyewa buzzer, baik dalam kelompok-kelompok kecil yang terkoordinasi dan bisa saja tidak saling kenal di antara mereka.Â
Selain itu, atas nama partai politik maka sekelompok buzzer juga bisa dipekerjakan secara khusus dengan jam kerja sesuai kontrak. Buzzer politik itu pada umumnya memang relawan atau berbayar.Â
Masing-masing bisa terikat pada partai politik dan politisi. Buzzer berbayar itu dikenal dengan istilah buzzeRp atau buzzer rupiah yang awalnya dipandang mendukung pemerintah. Walau dalam perkembangan terkini, hampir semua buzzer politik dapat dikatakan berbayar atau buzzeRp.
2. Kelompok pemenangan atau relawan
Sebelum pemilu, kelompok ini sebenarnya sudah ada. Namanya adalah kelompok demonstrasi atau demonstran sewaan. Anggotanya macam-macam dari yang masih usia sekolah atau kuliah hingga kaum pekerja, dan, tentu saja, pengangguran.Â
Dalam kelompok ini mereka 'bersatu' membela yang bayar. Mereka cenderung tidak (mau) tahu isu Yang sedang mereka perjuangkan atau demokan. Akibatnya, mereka tidak bisa meniawab pertanyaan dari reporter media, khususnya televisi.
Menjelang pemilu, kelompok ini terdiri dari berbagai individu di lapangan dengan loyalitas ke partai politik atau individu tertentu.Â
Seorang politisi bisa saja turun langung membuat kelompok ini atau melalui orang-orang di sekitarnya. Walau kebanyakan adalah orang-orang bayaran di tingkatan politik nasional hingga daerah atau berdasarkan daerah-daerah pemilihan.
Kelompok ini biasanya kelihatan pada masa kampanye. Tiap-tiap politisi memiliki kelompok seperti ini, baik yang bersifat relawan maupun berbayar.Â
Berbayar ini pun bisa dibedakan antara yang dibayar langsung atau dibayar di belakang ketika calonnya menang. Bayaran atau cuan dari calon yang menang tidak selalu berupa uang, namun juga bisa berbentuk jabatan-jabatan politik.
Bayaran mereka tidak hanya 50 ribu per hari, bahkan seorang kawan mendapat 200 ribu per hari ditambah transportasi bis menuju tempat demo.Â
Kabarnya, mereka sering ditipu tidak disediakan bisa buat pulang, padahal sudah dijanjikan. Seperti pekerjaan lainnya, semakin tinggi jabatannya seperti koordinator demo, maka semakin banyak uang yang didapatnya.
Dalam sebuah gurauan politik, mereka ini sangat mendukung pemerintahan Jokowi. Alasannya adalah hanya di masa Jokowi ini, mereka bisa sering berdemo alias mendapatkan pekerjaan lebih seeing dan makin mahal plus dapat makan. Mereka sering disebut kelompok nasbung alias nasi bungkus.
3. Analis/pengamat politik
Pekerjaan ini tampaknya paling cocok bagi Kompasianer menjelang pemilihan umum 2024. Seperti ketiga pekerjaan lainnya, pekerjaan analis atau pengamat politik bisa merupakan pekerjaan lepas dan terikat kontrak. Sebagai pekerjaan lepas, seorang analis bisa mendapatkan banyak isu sebagai topik tulisan.
Karena sitatnya pekerja lepas, maka honor tulisan bisa saja lepas:) Apalagi kalau tulisan tidak dimuat di media Massa atau koran. Gegara judul tidak menggugah selera pembaca alias click bait, seorang Kompasianer gagal mendapatkan durian K-reward. Yang didapat cuma duri-nya...hehehe.
Sementara itu, pengamat yang dikontrak partai politik, politisi, atau orang kepercayaan mereka bisa mendapatkan penghasilan tambahan. Bisa saja terjadi honornya dikurangi komisi bagi pemberi pekerjaan itu. Setidaknya status kontrak lebih jelas honornya ketimbang yang analis lepas.Â
Apalagi jika analisisnya bagus dan diminati publik, seorang analis mungkin tidak perlu menulis lagi. Setiap Hari analis politik bisa muncul setiap saat atau di jam tertentu menjelang pemilu atau pemilihan Presiden (Pilpres). Boleh percaya boleh tidak, bayaran kumulatifnya katanya seharga mobil Avanza...
4. Lembaga survey politik
Hingga saat ini, surveyor atau lembaga survei politik semakin mendapat tempat di hati publik, khususnya partai politik dan politisi. Apapun alasannya mereka hanya ingin partai politiknya atau pilihan presidennya menang. At all cost.
Bahkan dengan berbagai macam tipuan dan manipulasi publik, para politisi mempertunjukkan akrobat politiknya mengaku menang. Mereka tidak mengakui lembaga penyelenggara pemilu dan calon lain yang menangkan Pilpres. Akibatnya, mereka ini mengamini lembaga survei politik apapun yang membela kemenangan mereka.
Bayangkan kejadian-kejadian itu bakal terulang lagi di Pilpres 2024. Dengan besarnya kemungkinan pengulangan itu, pemilu dan Pilpres 2024 bakal dibanjiri lembaga-lembaga survey politik jadi-jadian atau abal-abal dan beberan atau independent.Â
Asosiasi Lembaga Survey Indonesia diperkirakan akan berpikir ulang meniadakan lembaga abal-abal itu karena berhadapan langsung dengan partai politik.Â
Bahkan, konon, partai politik mulai mempersiapkan lembaga survei politiknya sendiri. Lembaga ini tentu saja tidak akan independen karena cenderung mendukung apa kata bos politiknyaÂ
Secara umum, keempat pekerjaan itu bisa muncul di tingkat organisasi atau partai politik dan politisi secara personal. Kedua aktor politik bisa secara langsung maupun tidak langsung membuka lowongan pekerjaan itu.Â
Yang paling menarik dari keempat pekerjaan itu tentu saja adalah uang atau cuan. Bagi yang dekat dengan politisi atau calon politisi, cuan bisa sangat besar. Semakin dekat biasanya semakin besar cuan itu.Â
Besar tidaknya cuan juga bergantung pada tinggi atau rendahnya posisi pada pekerjaan. Posisi kepala atau ketua atau koordinator bisa mendapatkan uang lebih besar ketimbang anggota.
Pada partai politik (parpol) besar dan tajir, pekerjaan itu bahkan juga ada di faksi-faksi politiknya. Pengelompokan-pengelompokan di dalam partai politik mau tidak mau membutuhkan keempat pekerjaan itu. Kemungkinan itu bisa terjadi di parpol semacam Partai Golkar.Â
Parpol ini dikenal dengan faksi-faksi politik, misalnya kelompok Jusuf Kalla (JK), Luhut Binsar Panjaitan (LBP), dan Airlangga Hartarto. Faksi lain yang bermuara di Akbar Tanjung dan Agung Laksono tampaknya sudah tidak kuat lagi pada pemilu 2024 nanti.
Cuan semakin berlipat ketika pemilu mencapai tahapan pemilihan presiden dan wakil presiden. Sejak sekarang, pekerjaan-pekerjaan itu mungkin sudah ada di sekitar politisi seperti Puan Maharani, Prabowo Subianto, Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Sandiaga Uno, AHY, Ridwan Kamil, dan lain-lain. Kasus konflik wadas menunjukkan fenomena banyak kelompok politik dari berbagai 'aliran' berbeda itu disatukan oleh dan melawan Ganjar.
Naik-turunnya popularitas politisi di berbagai lembaga survey politik bisa saja diwarnai oleh kinerja keempat pekerjaan itu. Semakin naik peringkat mereka bisa saja merdampak pada makin banyaknya pekerjaan dan, tentu saja, cuan. Ini semua akan berujung pada makin tebalnya kantong dengan penghasilan.
Selain keempat pekerjaan itu, masih banyak pekerjaan lain yang kadang-kadang tidak terduga. Influencer, misalnya, dapat menghasilkan dukungan signifikan bagi politisi.Â
Endorsement dari seorang influencer yang kebetulan penyanyi sangat mempengaruhi jutaan subscriber-nya. Buzzer dan influencer mungkin juga termasuk di dalam cyber troops dari partai politik atau politisi.
Contoh lainnya, para politisi dan partai politik tentu saja akan mengaktifkan kantor-kantor mereka. Bagi politisi yang belum memiliki kantor atau pos-pos pemenangan, mereka yang beruang akan mengupayakannya semaksimal mungkin.Â
Selanjutnya, kantor-kantor itu akan memerlukan staf administrasi, pelayanan pendukung, dan lain-lain. Itu semua menciptakan pekerjaan baru bagi banyak orang.
Melalui empat pekerjaan terkait pemilu 2024 itu, kita bisa membayangkan berapa jumlah uang mengalir dari kantong satu ke yang lain. Transfer antar-akun bank juga bakal ramai. Banyak orang memiliki pekerjaan baru dan tambahan, sehingga menambah semarak rangakaian pemilu pada 2024.
Begitulah perayaan politik akan berlangsung di negeri dengan lebih 270 juta penduduk ini pada 2024 mendatang. Walau masih 2 tahun lagi, namun beberapa pekerjaan itu sudah dimulai dan diperkirakan masih memerlukan orang-orang dengan kualifikasi itu.Â
Anda tertarik mendaftar di salah satu pekerjaan itu? Cobalah mendekat pada para politisi atau orang-orang terdekatnya. Ini ibaratnya iseng-iseng berhadiah:)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI