“Nah, barusan semua keterpaksaan lu udah gue telan habis.” Yon berucap dengan bibirnya yang masih tampak basah gara-gara kopi tadi.
Tangannya bergerak. Lembut dia taruh di kedua sisi bahuku.
Yon berkata, “Jadi, apa kita bisa memulai kembali?”
Buru-buru aku beranjak. Toilet tujuanku. Namun kali ini tidak ada segelas kopi yang kubawa ke sana. Aku hanya butuh cermin di toilet untuk memastikan wajahku tidak berubah merah. Harus kuyakinkan pula bahwa senyum yang terkembang tiba-tiba ini bukan hasil dari keterpaksaan.
Kurasa memang bukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H