“Begini, Rin,” matanya kembali padaku. “Selama ini gue perhatiin kopi lu enggak pernah habis, deh.”
Seakan ada petir tiba-tiba lewat di telingaku.
“Dan juga gue denger ini dari Mang Kosim, katanya setiap hampir selesai jam isirahat lu pergi toilet sambil bawa gelas kopi dan gelasnya langsung kosong begitu lu keluar dari toilet.”
Kelopak mataku melebar seketika.
Yon mendekatkan wajahnya. Aku memundurkan badan.
“Gue bukannya mau menuduh, Rin, tapi......., apa selama ini lu selalu buang kopi dari gue?”
Apa yang bisa kukatakan untuk menjawabnya!? Jantungku mendadak gila, mulutku mengeras, dan waktu seakan membeku. Di depan mukaku Yon menunggu. Meski kulihat garis wajahnya tidak menyiratkan kesal atau marah, aku tetap takut.
“Kalau dugaan gue itu memang benar......,” Yon memberi jeda. “Kenapa segitunya, Rin?”
Detik-detik berlalu tanpa kata. Yon menanti jawaban sementara aku masih merespon dengan bungkam. Aku bisa saja berkelit dengan rupa-rupa jawaban tapi saat itu otakku langsung mati kreatifitasnya. Akhirnya aku bangkit dari tempat dudukku. Nafasku tak karuan. Dalam kondisi tertangkap basah seperti itu yang akhirnya bisa kuperbuat adalah buru-buru mempraktekkan jurus langkah seribu.
***
Seingatku tadi malam aku tidak mimpi yang aneh-aneh. Tidak pula kurasakan tanda-tanda janggal dalam perjalanan ke kantor hari ini. Dan tanpa sempat kusadari ruang pantry mengisi pandanganku siang ini.