“Lalu?.”
“Kita harus menentukannya dengan merunut kejadiannya.”
“Apa kau tahu?.”
“Kau masih belum menyadarinya.” Maut seperti tertawa. “Ada banyak hal yang aku ketahui tapi tidak kau ketahui dan demikian juga sebaliknya.”
Aku meregangkan tubuhku dan bersiap-siap mendengar cerita maut.
“Semasa hidupnya tuanmu ini hidup menderita, kedua orang tuanya meninggal saat dia kecil, lalu dia tinggal disebuah keluarga yang kejam kepadanya, berkali-kali dia dilecehkan oleh ayah angkatnya hingga akhirnya dia melarikan diri pada usia 15 tahun. Lari dari kandang singa masuk ke kandang harimau itulah yang terjadi padanya, hidup di jalan, ditemukan oleh seorang perempuan yang pada akhirnya menjadikannya seorang pelacur.”
“Mengapa takdir membawanya ke hidup yang mengerikan?.” Aku sedih mendnegar cerita Maut. “Aku bisa maklum jika dia pada akhirnya menentang takdir.” Lanjutku berpendapat.
“Kau berkata seperti itu karena kau tidak tahu cerita lainnya denga sisi yang berbeda.” Maut memperotesku karena terlalu cepat mengambil kesimpulan. “Tuanmu itu sudah membunuh beberapa orang dengan sangat keji, dia membunuh seorang bayi dengan menenggelamkannya ke dalam sungai, mengorok leher seorang lelaki dengan pisau belati dan meracuni seorang perempuan lalu menggantungnya seolah bunuh diri.”
Aku tercengang tak percaya dengan ucapan Maut yang terasa menohokku.
“Dia menjadi selingkuhan seorang lelaki yang dibunuhnya itu, karena iri dengan istri lelaki tadi maka diracuninya istri kekasihnya itu lalu digantungnya seolah bunuh diri. Sedangkan bayi tadi adalah anak dari istri kekasihnya tadi, karena bingung bayi tadi terus menangis tiada henti maka bayi tadi pun di tenggelamkannya di sungai. Hanya manusia yang berhati iblis bukan yang tega melakukan itu semua. Jadi apa pendapatmu tentangnya setelah mendengar ini.”
Aku tak bisa berucap, aku seperti dikelabui oleh kenyataan.