Mohon tunggu...
Loganue Saputra Jr.
Loganue Saputra Jr. Mohon Tunggu... Farmasis -

Hobi baca, nonton, video game, dan sering kali sedikit narsis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kucing Hitam

10 Agustus 2015   11:35 Diperbarui: 10 Agustus 2015   11:35 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Maut merupakan sosok yang selalu dekat dengan kehidupan, agar tidak cepat di jemput Maut maka aku  berteman dengan Maut. Aku mengenal Maut pada tahun 1975 di sebuah kapal pengangkut bijih besi bernama Edmund Fitzgerald, aku adalah salah satu penumpang gelap di kapal itu, walau pun sebenarnya tidak ada yang memperdulikan keberadaanku disana. Pada tanggal 10 november 1975 di Great Lakes, ke-29 awak kapal  dan juga aku terjebak dalam situasi mengerikan.

Edmund Fitzgerald terombang ambing tak tentu arah, para awak kapal berusaha untuk mengendalikan kapal tapi gelombang terlalu kuat. Aku berlari ke puncak kapal di bagian haluan, bertahan pada tiang bendera dan antena yang bergoyang diterpa angin. Aku tahu bisa saja petir menyambarku di sana, namun aku lebih memilih tersambar petir daripada tenggelam di telan badai.

Saat itulah aku melihat Maut, dia datang dari langit yang tertutup awan gelap, dia hitam seperti diriku, bahkan lebih hitam mungkin, tapi aku bisa melihatnya, apalagi ketika kilatan petir menyambar beberapa kali. Orang-orang berteriak saat Maut menjemput mereka satu per satu, menarik mereka dengan sebuah kecupan singkat yang dingin. Dan terakhir setelah ke-29 awak tadi sudah dijemput oleh Maut, aku tersisa sendirian.

Kapal tak lama lagi akan tenggelam, aku sangat ketakutan, seluruh tubuhku mengigil, rasa ngeri dan dingin bercampur menusuk tulang tubuhku, apalagi ketika Maut mendekatiku dan menatapku dengan sangat tajam.

“Apa aku akan mati disini?,” tanyaku pada Maut dengan berteriak.

Maut berdiri di depan wajahku sangat dekat, mungkin kira-kira dalam jarak sejengkal orang dewasa. Aku bisa merasakan kedinginan dari mulutnya, serta suara yang keluar seperti bisikan lewat batinku. “Kau tidak akan mati disini,” ucapnya.

Gelombang setinggi 30 kaki menghempas kapal dengan keras, menghantamku hingga terlempar ke dalam air, aku timbul tenggelam, napasku menyesak karena tersedak air, aku mencari pegangan agar bisa mempertahankan diriku, hingga akhirnya aku menemukan kasur yang mengapung bagaikan pramadani. Aku naik ke atas kasur tadi dan menatap Edmund Fitzgerald tenggelam. Ketika aku berpaling ke samping Maut sudah berada di sampingku, entah sejak kapan dia disana.

“Apa kau takut Kuro?,” tanya Maut padaku.

Dengan bibir bergetar aku menjawab.”Aku sangat takut.”

“Aku juga,” ucap Maut membuat aku tak percaya.

Mana mungkin Maut takut hanya dengan hal seperti itu karena dia sendiri jauh lebih mengerikan dari badai sekali pun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun