“Oh, Tuhan!”
“Mengapa mereka bertiga dibiarkan bertemu.”
“Mengapa bisa ada dua pistol di sini? Mengapa?”
“Gawat!”
“Gawat!!”
“Astaga!”
Aku terdiam dengan tidak mengerti. Aku menoleh ke arah Ran, ia juga tampaknya tidak mengerti.
“Anna, sini biar kuantar kamu kembali ke kamarmu, ya,” ujar seorang suster sambil memegang tanganku. Apa dia berbicara kepadaku? Tapi siapa Anna?
“Aku bukan Anna!” teriakku sambil memberontak. Astaga, rupanya suster-suster di sini juga sudah gila. “Ran, marahi mereka! Masa mereka memanggilku dengan nama Anna. Mereka pasti sudah gila!”
Namun Ran hanya diam mematung. Mata yang beberapa waktu lalu sempat menatapku dengan tatapan tajam yang mempesona itu kini kosong, ia tidak menghiraukan aku sama sekali. Astaga. Apa yang terjadi?
“Anna, tidak ada waktu untuk ini semua, mari kembali ke kamarmu,” ujar suster tadi, ia terus memegang tanganku, bahkan sekarang berubah menjadi cengkeraman.