Cahaya kuning keemasan itu kulihat lagi, cahaya yang bersumber dari bintang yang paling bersemangat dan berjasa dalam seluruh sejarah kehidupan planet ini. Ia muncul dengan malu-malu untuk menebarkan kehangatan.
***
“Keiko, dari mana saja kamu? Ada tugas untukmu dari atasan yang baru”
Kalimat itu yang pertama menyambutku hari ini di saat perasaanku masih berkabung dan diselimuti kesedihan.
“Aku sedang kurang enak badan. Baiklah, apa itu?”
“Kamu tidak apa-apa? Sudah kuletakkan di atas meja kerjamu. Selamat bekerja”
“Iya”
“Eh tunggu dulu kudengar-dengar bahwa atasan baru kita, Rendy kinerja sebelumnya biasa saja di lantai bawah, dan dia juga baru bekerja selama 1 bulan, tetapi mengapa dia bisa secepat itu naik jabatan ya? Selain dia juga ada orang yang dengan cepatnya naik jabatan, seperti Manda. Tetapi lihatlah dirimu yang sudah setia mengabdi selama 1,5 tahun lamanya dengan kinerjamu yang baik, kamu tidak juga naik jabatan. Aneh”
“Sudah-sudah Aiko, cukup-cukup lebih baik kamu kembali ke meja kerjamu dan bekerja. Dan terima kasih atas pemberitahuannya”
“Oke-oke Keiko, aku hanya membahas hal yang sedang menjadi obrolan banyak orang. Maafkan aku. Selamat bekerja”
“Iya, terima kasih Aiko sayang”.
Aiko memang orang yang cukup polos, ingin sesekali aku mencubit kedua pipinya yang seperti kue bakpao dan matanya yang biru bening keturunan ayahnya yang berasal dari benua Eropa karena pembicaraannya yang kadang terlewat batas wajar.Tetapi meskipun begitu, ia tetap terlihat sangat cantik setiap saat, apapun yang ia kenakan pasti cocok.
Segera aku beranjak dari tempat kuberdiri sebelumnya, kulangkahkan kakiku menuju meja kerja kayu belapiskan cat warna cokelat yang terletak di pojok sebelah kanan ruangan berbentuk balok ini. Kuletakkan barang-barang yang kubawa di atas meja. Sambil menyalakan komputer di depanku, aku mulai duduk di kursi putar nan empuk kesukaanku dan membuka-buka tugas dari atasan baru yang dibicarakan Aiko panjang lebar tadi. Tugas ini ternyata tidak sedikit, ada sekitar 15 cm tumpukan kertas yang entah apa saja isinya.
Mulai kukerjakan satu-persatu sambil sesekali meneguk air mineral dalam cangkir pasangan istimewa yang telah kuambil sebelumnya. Cangkir berwarna kuning dengan bentuk anak bebek yang sama persis dengan cangkir sahabatku. Deg. Muncul nama itu lagi, Haruka. Gambaran menemukan jasad mungilnya di belakang kantor ini muncul kembali, polisi mengatakan Haruka bunuh diri dengan cara lompat dari lantai 7 tempat kantor kami berada. Aku masih tidak percaya, tidak mungkin Haruka yang seriang itu tega mengakhiri hidupnya sendiri dengan cara ini. Aku masih ingin mencari tahu, jiwa detektifku berteriak-teriak ingin bertindak. Kurasa Haruka menjadi korban pembunuhan, telaahku sementara. Kegiatanku terhenti untuk sejenak. Tak terasa air mataku tumpah seketika ketika melirik meja kerja miliknya yang terletak tepat di sebelah kiri meja kerjaku. Semuanya masih sama, masih serapi biasanya. Tetapi ada satu hal terpenting yang hilang. Pemilik senyum manis itu, hilang untuk selama-lamanya.
Semua itu bermula 4 hari yang lalu, ada keanehan yang kurasakan padanya. Senyumnya hari itu seketika menghilang, suhu tubuhnya menurun, wajahnya pucat pasi seperti baru saja melihat hantu, padahal hari baru saja menunjukkan pukul 8 pagi.
“Kamu tidak apa-apa Haruka? Kamu terlihat sakit. Perlu kuantarkan ke klinik kantor?”
“Ahh tidak apa-apa Keiko. Aku baik-baik saja”
“Aku tidak yakin, ayo ceritalah apa yang terjadi, kamu tidak seperti biasanya.”
“Oke, jadi begini aku akan bercerita tapi berjanjilah simpan rahasia ini. Pagi ini aku menemukan kotak di depan rumahku, kotak itu berisi boneka anak perempuan yang terlihat habis digigit anjing dan kepalanya putus. Ada sepucuk surat yang terselip di dalam kotak itu”.
Haruka menyerahkan selembar kertas dengan goresan-goresan merah yang kuterjemahkan sebagai darah menjadi ‘hiasan’nya.
‘Kepada Haruka yang cerdik
Aku tahu kamu ada di saat itu, bisakah kamu memendamnya dalam-dalam? Atau kamu ingin bergabung dengan boneka cantik ini?
Salam manis
Kau-tahu-siapa’
“Aku takut Keiko”
Wajah Haruka bertambah pucat, kali ini ia terlihat seperti mayat hidup.
“Di sini tertulis ‘kau-tahu-siapa’ apa benar kamu sudah tahu siapa pengirimnya?”
“Tidak Keiko, aku tidak tahu”
“Baik, tenang Haruka, tenang. Aku akan selalu ada di sampingmu, akan kubantu untuk mencari siapa pengirim teror ini padamu.”
“Terima kasih banyak Keiko”.
Setelah peristiwa pagi itu, Haruka semakin terlihat tidak tenang saat bekerja, ia selalu menengok ke arah sekelilingnya seperti orang ketakutan akan sesuatu yang ada di dekatnya. Aku mulai khawatir. Ia bahkan tidak memakan kue dorayaki kesukaannya yang sudah tergeletak dan mendingin di atas meja sejak beberapa menit yang lalu sebagai snack dari kantor.
***
“Haruka?”
“Hah iya Keiko? Kamu mengagetkan saja. Eh sudah waktunya makan siang ya?”
Kulirik jam tangan biru mungil yang melingkar di tangan kananku sebagaihadiah ulang tahun ke 20 kemarin darinya. Kedua jarumnya menunjuk tepat di angka 12.
“Iya, ayo kita makan.. Perutku sudah tidak bisa diajak kerja sama lagi”.
Perutku berbunyi dengan kencangnya hingga Haruka mendengarnya. Ia pun tertawa dengan lepas. Akhirnya ia kembali, Haruka yang kukenal telah kembali.
“Tetapi, setelah ini temani aku ke kantor polisi ya?”
“Untuk?”
“Melaporkan sesuatu”
“Melaporkan apa?”
“Nanti akan kuberitahu”.
***
Aiko menepuk-nepuk pundakku. Segera kuusap air mata yang jatuh di pipiku sebelum ia melihatnya dengan jelas. Wajahnya sudah mulai terlihat kesal. Saat kutanya mengapa,ia bercerita bahwa ia telah berada di sana selama 3 menit dengan usaha untuk menyadarkanku dari lamunan tentang Haruka. Segera aku meminta maaf dan bertanya sekali lagi dengan tujuan apa ia memanggilku. Ia hanya berkata bahwa ia ingin mengajakku makan siang. Yah memang perutku sudah memberikan kode-kode bahwa ia merasa kosong dan perlu diisi. Segera aku bangkit dan mengiyakan ajakannya. Kami pergi ke salah satu rumah makan dekat kantor dengan berjalan kaki. Kami langsung mengambil tempat duduk di balkon dengan pemandangan kota Tokyo. Kami memesan menu makan siang masing-masing dan menunggu. Tanpa sengaja kami melihat Rendy dan pak Kenta, kepala divisi kami yang juga menjadi tangan kanan direktur utama perusahaan tempat kami bekerja. Beliau juga memiliki kewenangan untuk menaikkan atau menurunkan pangkat seseorang menurut mandat sang direktur.
Tiba-tiba ingatanku melayang saat Haruka menceritakan hal tentang pak Kenta. Ia bercerita bahwa pak Kenta adalah orang yang tidak baik. Selain itu, Haruka pernah melihat pak Kenta 5 hari yang lalu saat tengah melakukan suatu perbincangan di ruangannya dengan Manda dan Rendy, atasan baru kami sekarang. Mereka seperti tengah membicarakan sesuatu yang berhubungan dengan jabatan dan uang. Tetapi ia tidak begitu jelas mendengarnya.
Tunggu, tiba-tiba napasku tercekat. Otakku mulai menggabungkan 3 cerita yang kuingat hari ini, pertama cerita Aiko tentang kenaikan pangkat tiba-tiba oleh Rendy dan Manda, kedua ingatan tentang teror Haruka, dan sekarang cerita pak Kenta yang pernah membicarakan jabatan dan uang. Apa mungkin? Ahh tidak, sebegitu kejamkah pak Kenta ini? Ku singkirkan pikiran-pikiran itu untuk sementara. Segera setelah makananku tiba aku melahapnya. Tetapi pikiran itu ternyata masih saja membayang-bayangiku.
“Keiko?”
“Ahh iya Aiko? Kenapa?”
“Kamu pasti tidak mendengarkan apa yang kukatakan tadi”
“Maaf Aiko, iya aku sedang kurang fokus”
“Kenapa? Jangan bilang ini karena Haruka. Eh, bagaimana kasus Haruka? Sudah 5 hari berselang, apakah sudah ada perkembangan?”
“Belum, polisi masih mengatakan bahwa ini murni kasus bunuh diri. Aku masih dalam proses mencari bukti”
“Oh, aku pernah melihat foto Haruka di meja pak Kenta beberapa hari yang lalu. Pagi ini giliran aku melihat fotomu di atas meja pak Kenta. Dan beliau ingin bertemu denganmu besok sepulang kerja”
“Ha? Benarkah?”.
***
Waktu telah menunjukkan pukul 5 sore, waktunya pulang batinku. Setibanya di rumah kutemukan sebuah kotak di depan pintu. Saat kubuka, aku menemui sebuah boneka anak perempuan yang terlihat habis digigit anjing. Ada surat yang terselip dengan noda merah yang terlihat seperti darah. Badanku melemas. Semua ini persis sekali dengan cerita Haruka. Apakah mungkin pengirimnya juga sama?.
‘Kepada Keiko yang ingin tahu
Kamu tidak perlu repot-repot membantu polisi. Hentikan! Sudah cukup dia saja yang pergi’
***
Keesokan harinya, kuceritakan semua ini kepada Aiko. Ia mengangguk-ngangguk mengerti. Ia dengan santainya berkata bahwa mungkin saja orang yang membunuh Haruka seperti dugaanku sebelumnya sekarang ingin membunuhku. Mataku membulat. Tetapi kalau dipikir-pikir bisa saja benar. Aku mulai takut. Kupersiapkan segala hal yang mungkin terjadi, tetapi tetap saja, aku mulai panik.
***
Kubuka pintu ruangan pak Kenta untuk menemuinya sesuai berita dari Aiko. Beliau tidak ada di tempat. Tetapi tiba-tibaseseorang membekapku, aku menghirup sesuatu yang aneh seperti bau rumah sakit, pandanganku kabur, aku pingsan.
Saat terbangun, aku sudah berada di balkon lantai 7 dengan keadaan tangan dan kaki terikat di kursi. Di lantai ini, Haruka diperkirakan bunuh diri. Aku tidak melihat siapapun. Tiba-tiba sebuah suara muncul, suara yang agak asing tetapi aku bisa mengenalinya dengan baik.
“Rendy? Jadi semua ini ulahmu?”
“Iya, sudah tahu siapa pengirim teror itu?”
“Jadi, kamu juga yang telah membunuh Haruka?”
“Dia terlalu banyak tahu”
“Tahu apa? Kukira pembunuhnya adalah pak Kenta, tetapi bagaimana bisa kamu?”
“Tahu tentang kenaikan pangkatku yang dikarenakan uang. Haha pak Kenta tidak salah apa-apa, akulah yang menggunakan namanya dalam setiap hal yang kulakukan padamu dan pada Haruka. Tenang saja, aku sudah mengancamnya. Kalau dia tidak menurut, dia bisa menyusul Haruka juga sepertimu”
“Aku?”
“Iya kamu, kamu terlalu ingin mencari tahu tentang kematian Haruka.Aku sudah mengawasimu, jiwa detektifmu itu terlalu berbahaya.Sekarang kamu sudah tahu kan? Sambil aku melepaskan ikatanmu, berdoalah.”
Keringat dingin mengucur dari keningku, badanku sedingin es.
“Kamu setega itu membunuh Haruka, dia tidak bersalah besar padamu!”
“Dia bersalah! Aku sudah memimpikan naik jabatan untuk waktu yang lama untuk membuktikan pada semua orang kalau aku bisa. Tetapi Haruka ingin menghancurkan semuanya, dia ingin melaporkanku ke polisi. Ahh sudah jangan terlalu banyak tahu. Sekarang susullah ajalmu”.
Tiba-tiba sirine berbunyi. Pihak polisi datang dan mengelilingi tempat kami berada. Hatiku sungguh lega. Ditangkaplah Rendy dan selamatlah nyawaku. Seketika aku bertanya kepada polisi, siapakah yang berjasa menyelamatkanku. Polisi hanya menjawab dengan 2 kata singkat. Pak Kenta. Kagetnya aku bukan main, orang yang aku curigai selama ini malah menyelamatkanku. Polisi berkata pak Kenta telah mengakui semuanya, beliau tidak ingin aku menjadi korban selanjutnya karena ulah beliau juga. Sekarang tinggal menunggu waktu untuk semua hal ini dapat diadili.
***
“Sekarang mari kita sambut orang yang berhak menerima kenaikan jabatan ini sesungguhnya, sambutlah Keiko. Kepada saudari Keiko dipersilahkan memberikan beberapa kata sambutan”
“Terima kasih semua. Kesempatan ini sungguh luar biasa, saya telah melalui berbagai kejadian yang tidak biasa. Sekarang saya belajar banyak hanya karena orang yang tak terduga. Terima kasih ‘kau-tahu-siapa’, aku akan selalu mengingatmu”.
***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI