Susan Song dalam workpaper advokasinya menjelaskan sebagai berikut:
The rapid expansion of the internet has also fueled the sex tourism industry by facilitating the booking of international flights, tours, and accommodations while offering virtual anonymity. Sex tour organizers also use the internet to distribute child pornography and advertise sex tours.
Rumitnya pencegahan dan penanganan Child sex tourism ini haruslah ditambah dengan dukungan fasilitas internet yang dapat menjadi intermediary party dalam aktivtas tersebut. Selanjutnya Susan Song menambahkan:
Although child sex tourism is a complex and difficult issue to solve, one thing is clear: the disturbing practice of child sex tourism will not relent any time soon unless drastic steps are taken and a sustained, coordinated commitment is made by governments, law enforcement agencies, private companies, and all sectors of civil society to galvanize social awareness, strengthen and enforce laws, reach workable solutions, and fight the root causes of child sex tourism. As for the sex tourists with their multitude of excuses - pleading ignorance of local laws and customs, adhering to myths of the "virgin cure," justifying actions based on so-called philanthropic intentions, etc. - the global community must pressure their leaders and hold their governments accountable for acting morally, lawfully, and courageously to punish these offenders and put an end to the crisis. Until then, the millions of children entangled in the global sex trade can only wait in silent hope.
Praktik Child sex tourism bagaimanapun dirasa mengganggu oleh semua orang, bukan semata-mata karena praktik yang menyimpang, tetapi juga karena tereksploitasinya anak, sehingga dapat mengancam masa depan anak itu sendiri, maupun secara luas berdampak pada masyarakat dan negara. Oleh karena itu praktik tersebut harus dicegah dan diberantas dengan cepat dan sampai ke akarnya.
Untuk itu diperlukan keseriusan dan ketanggapan dari Pemerintah dan aparat penegak hukum untuk melakukan pencegahan dan pemberatasan bagi aktivitas Child sex tourism tersebut. Lebih lanjut orangtua, keluarga, dan masyarakat juga memerlukan komitmen tinggi untuk selalu memberikan perlindungan yang terbaik bagi anak.
Child Sexual Exploitation dan Pelanggaran Hak Anak
Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Optional Protocol on CRC tersebut dan mengundangkan melalui Undang Undang nomor 10 Tahun 2012 tentang Pengesahan Optinonal Protocol to The Convention On The Rights Of Child On The Sale Of Children, Child Prostitution, And Child Pornography, yang diundangkan pada 23 Juli 2012 menunjukkan komitmen serius dari Pemerintah Indonesia atas perwujudan permberian perlindungan anak Indonesia, di manapun berada di dalam kondisi tereksploitasi. Pada penjelasan umum alinea 2 Undang Undang Nomor 10 Tahun 2012 tersebut menjelaskan kembali mengenai kondisi meningkatnya angka eksploitasi anak. Dijelaskan bahwa "dengan meningkatnya penjualan anak, prostitusi anak, dan pornografi anak dalam lalu lintas internasional, perlu diperkuat penegakan hukum secara nyata dalam mencegah dan memberantas tindak pidana penjualan anak, prostitusi anak, dan pornografi anak". Menjadi syarat mutlak bahwa pencegahan dan pemberantasan atas tindak pidana tersebut memerlukan good will dari Pemerintah, Aparat penegak hukum, dan juga seluruh lapisan masyarakat.
Selanjutnya dalam pokok-pokok protokol opsional sebagaimana dirumuskan di dalam Undang Undang Nomor 10 Tahun 2012 angka 3 huruf f, memantapkan konsep mengenai pemberian perlindungan hukum bagi anak dengan mengingat kepetingan yang terbaik bagi anak. Setiap negara pihak dalam Optional Protocol tersebut harus mengambil langkah-langkah untuk melindungi hak-hak dan kepentingan yang terbaik bagi anak yang menjadi korban, termasuk dengan mengakui kebutuhan khususnya, mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh pendapatnya memberikan dukungan yang diperlukan selama dalam proses hukum, dan membebaskan dari segala bentuk ancaman dan balas dendam.
Mengingat hal tersebut, maka sesungguhnya tidak diperkenankan adanya pelanggaran hak anak dalam kondisi apapun, bagaimanapun, dan kapanpun. Terkait dengan hal ini adalah mengenai Hak Anak. Pada hakikatnya Deklarasi Hak Anak memuat 10 asas tentang hak anak (sebagaimana dikutip dari Maidin Gultom), yaitu:
1.     Anak berhak menikmati semua hak-haknya sesuai ketentuan.