Mohon tunggu...
Tantri Liris Nareswari
Tantri Liris Nareswari Mohon Tunggu... Dosen - dosen farmasi di Institut Teknologi Sumatera

suka menulis dan mengamati

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Kasus Toksisitas Etilen Glikol dan Dietilen Glikol: Masihkah Ada Celah untuk Perbaikan?

11 November 2022   15:20 Diperbarui: 14 November 2022   00:15 1515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi etilen glikol, fungsi etilen glikol, etilen glikol berbahaya. Ethylene glycol atau etilen glikol adalah zat kimia yang bisa berbahaya jika digunakan dengan cara tidak tepat, keracunan etilen glikol. Ditemukan dalam tubuh pasien, diduga jadi penyebab gagal ginjal akut misterius pada anak. (Shutterstock/sulit.photos via kompas.com)

Belajar dari kasus ini, badan regulasi tentunya perlu mengatur kembali aturan untuk mengidentifikasi dan menetapkan kadar kontaminan berbahaya. 

Untuk kontaminan yang diketahui, seperti DEG, badan regulasi perlu berusaha untuk menghilangkan motivasi pemalsuan dan memiliki metode uji yang spesifik yang dapat mencegah pemalsuan. 

Produsen bahan baku dan pembuat produk obat juga perlu disosialisasikan akan pentingnya penyediaan produk yang murni dan aman serta potensi konsekuensi kesehatan berbahaya yang disebabkan oleh pemalsuan produk apa pun. 

Di samping itu, sangat ironis bahwa pasar bersifat global, namun regulasi bersifat lokal, sehingga penyediaan sumber daya tambahan untuk upaya regulasi internasional yang terkoordinasi menjadi penting untuk diupayakan.

Komunitas medis, bekerja sama dengan badan pengawas, perlu mengembangkan program kerja sama untuk mengidentifikasi rantai toksisitas. Populasi yang berpotensi berisiko, seperti bayi atau lansia, perlu diidentifikasi dan dipelajari lebih mendalam. 

Organ target utama untuk banyak toksin adalah ginjal dan hati. Dokter dan ahli patologi di komunitas kedokteran hewan dan medis, bersama dengan badan regulasi, dapat menggunakan daftar bersama penyakit ginjal dan hati yang tidak diketahui penyebabnya untuk lebih efektif mengidentifikasi toksin. 

Selain itu, masyarakat sebaiknya menunggu hasil investigasi dan menghindari obat dengan bahan yang terkontaminasi tersebut (gliserin, propilen glikol, sorbitol, dsb.).

Oleh karena itu, terlepas dari usaha keras yang telah dilakukan semua pihak untuk menjaga mutu dan kualitas obat, masih banyak upaya dan celah untuk berbenah diri. 

Mencegah keracunan di masa depan tentunya membutuhkan kerja sama berbagai antar pihak dan instansi, seperti badan regulasi, komunitas ilmiah, dan masyarakat dalam upaya peningkatan regulasi demi mewujudkan keamanan obat dan kesehatan nasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun