Mohon tunggu...
Ayu Safitri
Ayu Safitri Mohon Tunggu... Konsultan - Trainer dan Konsultan Homeschooling

Penulis dan Trainer untuk http://pelatihanhomeschooling.com/ Ikuti saya di Instagram https://www.instagram.com/missayusafitri/ Ikuti saya di Facebook https://www.facebook.com/missayusafitri Tonton dan subscribe VLOG saya http://bit.ly/apaituhomeschooling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kenapa Sih Anak Tak Mampu Mengingat Pelajaran Lebih Lama?

29 Januari 2018   12:02 Diperbarui: 29 Januari 2018   15:41 9628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anda mungkin sering mengeluh,'kenapa anakku malas belajar, kenapa mereka tidak punya motivasi belajar, kenapa mereka mudah lupa dengan materi pelajaran yang sudah dipelajari, kenapa mereka sulit konsentrasi dalam belajar?'

Biasanya, orang tua menganggap masalah-masalah ini muncul karena anaknya telmialias telat mikir, bodoh, bandel dan tidak mau belajar.

Tanpa tanya dulu pada anak tentang kendala yang dialami di sekolah, orangtua biasanya langsung mencarikan tempat kursus. Dengan mengantarkan anak ke tempat kursus, kita berharap anak bisa menjadi pintar dengan sendirinya. Padahal, anak yang mudah lupa dengan materi pelajaran bukan berarti mereka bodoh, telmiatau daya tampung otaknya kecil.

Salah satu penyebab kenapa anak mudah lupa dengan materi pelajaran adalah karena mereka belum menemukan gaya atau strategi belajar yang tepat.

Nah, pada kesempatan kali ini saya akan fokus mengulas strategi belajar yang tepat untuk anak. Sebelumnya, saya akan membahas mengenai jenis ingatan (memori) yang dimiliki manusia.

Terdapat 3 jenis ingatan (memori) yang dimiliki manusia. Jenis ingatan ini memiliki peran dan fungsi berbeda-beda.

Memori Jangka Pendek

Memori ini bertugas menyimpan informasi yang masuk ke dalam pikiran kita dengan durasi penyimpanan sekitar 15-30 detik.

Untuk bisa memanfaatkan memori jangka pendek, gunakanlah trik 7 plus minus 2. Misalnya, Anda ingin menghafalkan nomor handphone yang jumlahnya 10-12 item.

0816333903 -- Nomor handphone di samping terdiri atas 10 item. Supaya lebih mudah dihafal, kita bisa membaginya dalam beberapa bagian. Bagian itu harus menjadi 2 -- 7 bagian.

0816 -- 333 -- 903

Dengan membaginya seperti itu, kita akan jadi lebih mudah dalam mengingatnya.

Memori Kerja

Memori jenis ini mampu menyimpan informasi selama beberapa menit hingga beberapa jam.

Ini adalah jenis memori yang paling banyak digunakan oleh murid-murid di Indonesia saat mereka akan menghadapi ulangan atau ujian semester.

Sistem pendidikan Indonesia menuntut anak lebih banyak menghafal ketimbang berpikir. Membuat ujian semester atau ujian nasional sebagai sistem evaluasi periodik, sehingga mereka terbiasa menjalani proses belajar dengan cara SKS (Sistem Kebut Selamam).

Kita membaca dan melakukan pengulangan informasi kemudian berharap mampu menyimpan informasinya hingga esok hari saat tiba ulangan atau ujian.

Sistem hafalan dengan memanfaatkan memori kerja memang bisa digunakan untuk menaikkan nilai kita. Sayangnya, informasi yang tersimpan takkan bertahan lama.

Kita akan cepat melupakannya karena menganggap informasi yang dihafalkan tadi tidak penting dan hanya dibutuhkan saat ulangan/ujian.

Memori Jangka Panjang

Memori ini menyimpan informasi dalam rentang waktu yang lama, yakni dalam hitungan hari, bulan, tahun bahkan seumur hidup.

Saat sebuah informasi masuk ke dalam pikiran kita melalui 5 panca indera, informasi tersebut berjalan dan dikirim ke salah satu bagian otak yang disebut dengan hippokampus.

Apa yang terjadi pada informasi tersebut saat diproses oleh hippokampus? Yang terjadi adalah pemberian 'label'. Label penting atau tidak penting.

Jika dianggap penting, maka informasi/pengalaman ini akan tersimpan dalam memori jangka panjang.

Lalu, informasi seperti apa yang dianggap penting?

Pertama, informasi yang bernilai keselamatan hidup. Misalnya, jari Anda terpotong saat mengupas apel. Di lain hari, saat Anda harus mengupas apel atau menggunakan pisau kembali, Anda akan berhati-hati. Anda tentu tak ingin kan, pengalaman seperti ini terulang lagi? Sebab itu, pengalaman jenis ini akan langsung masuk ke memori jangka panjang. Tanpa perlu dihafal!

Kedua, informasi yang membangkitkan emosi. Misalnya, saat mendengarkan radio tiba-tiba ada lagu yang sering Anda dengarkan dengan cinta pertama Anda sewaktu SMA. Kemudian, Anda teringat dengan si cinta pertama yang kini sudah berkeluarga dengan wanita lain. Informasi yang mengandung muatan emosi tinggi akan sulit untuk dilupakan.

Lalu, apa yang terjadi dengan anak-anak kita di sekolah?

Kenapa mereka mudah sekali melupakan materi pelajaran yang baru saja dipelajari? Inilah salah satu penyebabnya. Anak-anak kita belum menemukan kaitan antara apa yang dipelajari dengan manfaat yang bisa didapatkan di dunia nyata.

  • Kita mempelajari fisika tanpa pernah tahu kapan bisa memanfaatkan ilmu fisika
  • Kita mempelajari kimia tanpa pernah tahu apa manfaatnya untuk diri sendiri di masa depan
  • Kita mempelajari matematika dengan cara duduk, mendengarkan dan mencatat, tanpa ada unsur muatan emosi sedikit pun

Apakah itu dalam keadaan happy atau semangat. Hampir tanpa ada perasaan senang saat menjalani keseharian di kelas. Pembelajaran yang terjadi sangat monoton.

Materi pelajaran yang disampaikan seringkali jauh dari konteks kehidupan nyata anak-anak dan metode penyampaian guru di kelas sangat membosankan, yakni ceramah.

Membuat Anak Tertarik dengan Materi Pelajaran

Lalu, bagaimana agar anak memiliki antusiasme yang baik saat belajar? Bagaimana cara meningkatkan daya ingat dan konsentrasi anak?

Jawabannya, Anda perlu merancang materi pelajaran yang sesuai dengan konteks kehidupan riil mereka. Anda harus tunjukkan manfaatnya agar anak mengetahui alasan, 'kenapa saya harus mempelajari ini?' Kemudian, menyampaikan materi tersebut dengan cara menyenangkan. Cara yang membuat mereka happy,tertarik sehingga emosinya terlibat.

Jika Anda bingung, saya akan berikan 2 contohnya untuk Anda. Misalnya, Anda ingin mengajarkan nasionalisme pada anak. Umumnya, di kelas anak-anak akan diajak membaca buku dengan teks yang jauh dari pengalaman hidupnya sehari-hari. Selanjutnya, mereka diminta untuk menjawab pertanyaan dalam bentuk multiple choiceatau isian singkat yang mana jawabannya sudah ada di buku teks.

Anak-anak jarang sekali diajak untuk berpikir, beropini atau mengulas sebuah cerita, kemudian mengaitkannya dengan kehidupan keseharian anak.

Nah, untuk mengajarkan anak mengenai nasionalisme, Anda bisa menggunakan 'alat peraga' yang sesuai dengan minatnya. Contoh, anak Anda gemar main sepak bola. Ajak mereka berbincang mengenai klub sepak bola Indonesia yang paling mereka idolakan.

Siapa saja anggota tim sepak bola yang paling andal, bagaimana kiprahnya dalam dunia sepak bola, usaha apa saja yang sudah dilakukan hingga mereka mampu berprestasi. Tunjukkan pada anak bahwa bentuk dari usaha para pemain sepak bola itu adalah sikap nasionalisme.

Mereka berjuang membela tim sepak bola atas nama Indonesia. Mereka berlatih puluhan jam dalam sehari untuk mengharumkan nama bangsa.

Minta mereka menilai dan mengeluarkan pendapatnya. Dengan membicarakan apa yang anak sukai, apakah mungkin mereka jadi jenuh dalam belajar? Tidak mungkin! Mereka pasti jadi antusias dan tak mudah lupa dengan apa yang sudah dipelajari.

Cara mengevaluasi pemahaman mereka pun tidak dengan mengisi isian singkat. Itu sama sekali tidak mengukur kompetensi anak. Karena mereka bisa dengan mudah mencari jawabannya di buku teks. Cara mengevaluasi pemahaman anak bisa dilakukan dengan mengobrol, berdiskusi, kemudian menilai pendapat dan cara pandang mereka.

Saya masih ingat waktu mendapat kesempatan mengajar bahasa Inggris di sebuah SMK negeri. Materi pelajaran yang saya sampaikan adalah mengenai expressing satisfaction and dissatisfaction.

Kebetulan, jurusan dari kelas yang saya ajar adalah Administrasi Perkantoran. Anak-anak di kelas tersebut secara bergantian tiap pagi selalu mendapat kesempatan untuk menjadi receptionistdi ruang depan sekolah. Mereka sering menerima, menyambut dan kadang menghandlekomplain dari tamu.

Saya mengaitkan materi expressing satisfaction and dissatisfactiondengan kegiatan keseharian anak-anak sewaktu menjadi receptionist.Teks dan contoh dialognya pun saya buat sesuai dengan pengalaman mereka dalam keseharian.

Dengan cara ini, mereka jadi tahu manfaatnya mempelajari materi tersebut. Oh, jadi begini toh penerapannya dalam keseharian!

Kalau apa yang kita sampaikan dalam keseharian itu jauh dari konteks kehidupan nyata anak, kemudian mereka diminta untuk menerawang kehidupan yang jauh dari jangkauan mereka, ya jelas mereka jadi malas. Ini apa sih, apa gunanya untuk saya?

Mereka memang belajar, menghafalkan, tapi dilakukan dengan terpaksa tanpa ada motivasi yang baik dalam belajar. Mereka mau belajar dan mendengarkan gurunya karena ada paksaan dan teror dari kurikulum. Kalau tidak belajar, nilaimu jadi jelek dan tidak lulus ujian.

Solusi ini sederhana, tapi setidaknya Anda bisa menggunakannya untuk membuat anak antusias dalam belajar. Membuat mereka sadar bahwa belajar itu memang ada manfaatnya. Membuat mereka sadar bahwa materi pelajaran di sekolah itu memang bisa diterapkan dalam keseharian. Dan, pada akhirnya mereka bisa mengingat materi pelajaran lebih baik. Semoga bermanfaat dan selamat mencoba!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun