Jawabannya, Anda perlu merancang materi pelajaran yang sesuai dengan konteks kehidupan riil mereka. Anda harus tunjukkan manfaatnya agar anak mengetahui alasan, 'kenapa saya harus mempelajari ini?' Kemudian, menyampaikan materi tersebut dengan cara menyenangkan. Cara yang membuat mereka happy,tertarik sehingga emosinya terlibat.
Jika Anda bingung, saya akan berikan 2 contohnya untuk Anda. Misalnya, Anda ingin mengajarkan nasionalisme pada anak. Umumnya, di kelas anak-anak akan diajak membaca buku dengan teks yang jauh dari pengalaman hidupnya sehari-hari. Selanjutnya, mereka diminta untuk menjawab pertanyaan dalam bentuk multiple choiceatau isian singkat yang mana jawabannya sudah ada di buku teks.
Anak-anak jarang sekali diajak untuk berpikir, beropini atau mengulas sebuah cerita, kemudian mengaitkannya dengan kehidupan keseharian anak.
Nah, untuk mengajarkan anak mengenai nasionalisme, Anda bisa menggunakan 'alat peraga' yang sesuai dengan minatnya. Contoh, anak Anda gemar main sepak bola. Ajak mereka berbincang mengenai klub sepak bola Indonesia yang paling mereka idolakan.
Siapa saja anggota tim sepak bola yang paling andal, bagaimana kiprahnya dalam dunia sepak bola, usaha apa saja yang sudah dilakukan hingga mereka mampu berprestasi. Tunjukkan pada anak bahwa bentuk dari usaha para pemain sepak bola itu adalah sikap nasionalisme.
Mereka berjuang membela tim sepak bola atas nama Indonesia. Mereka berlatih puluhan jam dalam sehari untuk mengharumkan nama bangsa.
Minta mereka menilai dan mengeluarkan pendapatnya. Dengan membicarakan apa yang anak sukai, apakah mungkin mereka jadi jenuh dalam belajar? Tidak mungkin! Mereka pasti jadi antusias dan tak mudah lupa dengan apa yang sudah dipelajari.
Cara mengevaluasi pemahaman mereka pun tidak dengan mengisi isian singkat. Itu sama sekali tidak mengukur kompetensi anak. Karena mereka bisa dengan mudah mencari jawabannya di buku teks. Cara mengevaluasi pemahaman anak bisa dilakukan dengan mengobrol, berdiskusi, kemudian menilai pendapat dan cara pandang mereka.
Saya masih ingat waktu mendapat kesempatan mengajar bahasa Inggris di sebuah SMK negeri. Materi pelajaran yang saya sampaikan adalah mengenai expressing satisfaction and dissatisfaction.
Kebetulan, jurusan dari kelas yang saya ajar adalah Administrasi Perkantoran. Anak-anak di kelas tersebut secara bergantian tiap pagi selalu mendapat kesempatan untuk menjadi receptionistdi ruang depan sekolah. Mereka sering menerima, menyambut dan kadang menghandlekomplain dari tamu.
Saya mengaitkan materi expressing satisfaction and dissatisfactiondengan kegiatan keseharian anak-anak sewaktu menjadi receptionist.Teks dan contoh dialognya pun saya buat sesuai dengan pengalaman mereka dalam keseharian.