Sang bocah kelihatan kebingungan. Seorang polwan membisik anak tersebut, dia disuruh memilih, tapi lagi, ia enggan. Salah satu guru dengan ilmu pseudo-psikologinya berkata, "Sang anak pasti trauma sehingga ingatannya buyar, ah, barangkali diancam."
Sang ibu kemudian menarik anaknya, "Cepat nak, pak polisi nunggu siapa yang ngelakuin ini ke kamu."
Sang anak tertekan.
Kemarin dia mengeluh ke ibunya, pada bagian anusnya ia merasakan sakit, keluar darah. Tak seperti yang ia sangka, ibunya terlihat begitu kaget, dan segera memeluknya, "Siapa yang melakukan ini nak? Siapa?" Dia menangis saat itu. Sang anak kebingungan, tak memahami maksud ibunya, sampai tiba-tiba dia dipaksa bangun pada pagi harinya, dan kini bertemu bapak polisi dan staff cleaning service di hadapannya, yang ia tak kenal, kecuali... Wajah yang familiar ketika ia keluar dari kamar mandi kemarin.
Jika ditanya, siapa yang ia ingat dalam ingatannya yang samar-samar, hanya pria itu.
Telunjuknya terangkat.
Afrizal dipilihnya.
Afrizal takjub tak mampu berkata apa-apa, seketika polisi segera memborgolnya, dan pandang-pandang jijik terhadapnya.
Diamnya hilang ketika tampar mengenai pipinya.
"Mati kamu! Bajingan!"
Sang ibu berteriak dengan matanya yang ngeri.