"Hey! Tolong berikan secara sopan!" teriakku.
"Ciuh! Kamu tuh layaknya jadi babu!" katanya sambil meludahiku.
Aku marah, hingga aku memukul kuat mata kanannya. Dia merasa kesakitan. Matanya pun tampak bengkak, memerah dan mengeluarkan air mata.
"Kamu laki-laki! Tak sepantasnya kamu melakukan aku seperti itu. Dan itulah ganjarannm!" lanjutku.
Dia kemudian pergi sambil membawa rokoknya dan menstater kuat motornya. Aku lega. Karena aku sudah memukul tepat di matanya hingga menimbulkan luka.
***
Keesokan harinya di sekolah, aku tidak berfirasat apapun. Seperti biasa, aku cuek dengan lingkungan dan teman-teman. Tujuanku sekolah adalah untuk belajar menuntut ilmu, bukan untuk bergaya dengan modal harta orang tua.
"Calya!" kata salah satu
 laki-laki sambil menarik tubuhku ke belakang.
Aku kaget, tapi tak menunjukkan ketakutan.
"Ayo, ikut kami!" bentak Dito, lelaki yang aku pukul katanya kemarin sore di warung nenekku.
Dengan santai aku mengikuti mereka, tetapi kadang mereka mendorong tubuhku. Walaupun tubuhku tergolong kecil, aku kuat menahan dorongan itu. Aku terus maju mengikuti mereka dan akhirnya mereka menghentikanku di belakang kelas 1A. Di sana ada sebuah pohon jambu air yang lumayan besar. Dengan kasar, tubuhku didorong dan diikat di pohon tersebut dengan tali rafia. Aku masih tampak tegar.