"Sudah. Katanya untuk modal warung. Pendapatannya semakin turun, katanya!" lanjut lelaki dewasa itu.
Hancur hatiku mendengar pernyataan lelaki dewasa yang akan membeli dua ekor kambing nenekku. Semua ini salahku. Salahku yang telah menjadi pencuri dan hanya menuruti keegoisanku.
Dengan mata sembab, aku mencari nenekku di lahan rumput. Sebelum pergi mencari nenek, aku sudah menghidangkan secangkir teh panas itu lelaki dewasa itu.
Setelah nenekku pulang, transaksi jual-beli ksmbing pun terjadi. Aku hanya menguping dengan perasaan yang penuh penyesalan.
"Ya Allah, berilah petunjuk-MU. Harus bagaimana aku?" tangisku kini tak tertahankan lagi.
***
Malam hari setelah sholat isya, aku berniat untuk jujur kepada nenekku. Aku siap menerima apapun resikonya. Kalaupun aku diberhentikan dari sekolah, aku pun rela.
"Nenek, aku bisa ngomong sebentar?" tanyaku dengan masih memakai mukena.
"Bisa, ngomong saja! Copot mukenamu dulu. Gantung dan angin-anginkan di teras rumah, supaya tidak apek," kata nenekku.
Lalu aku melakukan apa yang diperintahkan nenek kepadaku. Aku sudah tegar, hendak mengakui apa yang telah aku perbuat selama ini.
Kemudian aku duduk tepat berhadapan dengan nenekku di ruang tamu. Sungguh, aku tak tega melihat wajah renta nenekku.