"Tadi aku main petak umpet sama teman-teman. Dan aku sengaja bersembunyi yang jauh supaya susah dicari. Aku melewati padang ilalang dan aku terus berlari. Akhirnya aku sampai di sini. Saat aku mau pulang, aku lupa jalan pulang," Akil pun menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.
"Apakah kamu tahu nama hutan tempat tinggalmu?" lanjut Noya dengan pertanyaan lagi.
Akil terdiam, lalu mengambil botol air minum kembali untuk diminumnya.
"Aku tidak tahu. Aku lupa, Noya," jawab Akil sambil meneteskan air matanya.
Noya lalu menyeka air mata yang menetes di pipi Akil. Sementara tangisan Akil semakin keras dan tersedu. Noya merasa iba kepada Akil, lalu ikut menangis. Suara tangisan mereka sama-sama keras, sehingga membuat ibu Noya kaget. Lalu menghampiri mereka dengan langkah terburu-buru.
"Noya kamu kenapa, Nak? Siapa dia? Teman kamu?" tanya Ibu Noya dengan penuh kekhawatiran.
Noya dan Akil tetap menangis dan tidak menjawab pertanyaan dari ibu Noya. Hal tersebut justru membuat ibu Noya semakin khawatir.
"Nak, kamu kenapa? Jawab pertanyaan Ibu, Nak. Diamlah kalian!"
"Bibi, aku Akil. Aku tersesat. Aku tidak tahu jalan kembali pulang," jawab Akil dengan tangisan yang pelan.
Lalu Ibu Noya menyeka air mata Akil. Akil terdiam karena malu. Sementara Noya, masih menangis di pangkuan sang Ibu.
"Noya, diamlah. Ayo ceritakan kepada Ibu, apa yang terjadi."