"Lama kelamaan, jadinya kebiasaan. Kalau ada yang bayar, walaupun ada bendahara, bapak tetap mencatat, walaupun uangnya setor ke bendahara." Pak Ita menghisap rokoknya.
"Terus?" Bu Watu geregetan.
"Nah, kemarin itu bapak diperiksa sebagai saksi karena bapak ketua KUD. Jadi selama delapan jam itu ditanya-tanya masalah pupuk yang dikirim pusat ke KUD Linggasari, lengkap dengan kwitansi dan pembukuan yang bapak punya. Itu pun dari bendahara. Kalau kuitansi kan bapak foto copy dari yang aslinya. Sebenarnya hanya karena khawatir ada sesuatu, bapak punya backupannya," katanya lagi sambil tarik nafas dan mengisap rokoknya.
Terus?" Bu Wati pengen segera sampai di bagian akhirnya.
"Nah, karena catetan di bapak lengkap, jumlah orang yang mengambil dan membayar akur. Karena catatan bendahara dengan catatan bapak sama. Bedanya hanya ditulisannya saja. kan yang dibendahara tulisan tangan Bu Dedeh, sedangkan yang bapak pegang, ya memang catatan bapak. Jadi tulisan bapak. Lengkap tanda tangan setoran ke bendahara yang bapak terima dari langganan yang bayar, ada tanda tangan Bu Dedehnya kalau uangnya sudah diterima dia. Jadi, mau dibolak-balik pertanyaannya juga bapak mah tetap kuat argumennya. Tidak ada yang bisa menyalahkan. Catetan lengkap, nama pelanggan sama akur, jumlah cicilan sesuai yang dibayarkan ke bendahara. Dan bendahara juga mencatatnya sama. Tidak ada yang beda. Artinya, tidak ada kesalahan sedikitpun di bapak. Malah bapak dapat pujian kalau sebagai ketua waspada pada kondisi KUD dengan menyiasatinya secara cerdas atas dasar kesadaran dalam menjaga harta yang dititipkan negara ke KUD yang bapak pimpin," Pak Ita tarik nafas dan menghisap rokonya lagi.
Terus?" Bu Wati tidak sabar.
"Ya. akhinrnya dijemputlah Bu Dedeh ke rumahnya. Dari jam Sembilan malam sampai selesai giliran dia. Yang akhirnya terungkaplah kalau uang tersebut terpakai oleh bendahara sendiri tanpa sepengetahuan ketua. Itu pun awalnya berbelit-belit. Tapi karena datanya lengkap dan kesaksian bapak juga cukup lengkap, maka akhirnya Bu Dedeh dinyatakan tersangka. Bapak gak bisa bilang apa-apa. Kaget, kaget banget. Kok bisa Bu Dedeh melakukan hal itu. Padahal dia bukan keluarga kekurangan. Bapak gemeter dengernya. Bapak tidak bisa membayangkan bagaimana ayahnya kalau tahu bahwa anaknya jadi tersangka dan dibui dua tahun lamanya," jelas Pak Ita penuh iba.
Dia akhirnya minta maaf sama bapak. Setelah itu dia dibawa ke Bandung, dimasukan ke dalam penjara. Dan bapak diantarkan pulang ke rumah. Rombongan yang membawa Bu Dedeh langsung menuju Bandung." Pak Ita tarik nafas dan menghabiskan rokonya.
"Ya Allah, jadi Bu Dedeh pelakunya?" seraya bersyukur karena yakin suaminya terbukti tidak bersalah. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H