Sambil membereskan masalah pekerjaan rumah, biasa ibu Wati sepulang mengajar selalu yang menjadi fokus itu adalah anak-anak dan rumahnya. Karena dengan bekerja pun ibu Wati tidak punya pembantu. Dengan anaknya yang tiga orang sudah diajarkan berbagi pekerjaan. Siapa yang bagian menyapu, mencuci, dan beberes rumah.
"Bu, kenapa bapak dibawa Pak polisi? Bapak berbuat curang?" tanya Eulis, anaknya yang paling kecil masih duduk di kelas 3 SD.
"Ibu juga kurang tahu, De. Semoga saja bapak tidak apa-apa, bapak kan orangnya juga jujur. Tidak mungkin melakukan hal tidak sesuai ajaran agama," jawab Ibu Wati meyakinkan anaknya.
"Terus Bu, gimana kita kalau bapak nggak pulang?" tanya anak yang kedua, Erna yang duduk di kelas 6 SD.
"Sudah kita berdo'a saja semoga bapak tidak apa-apa, dan pulang ke rumah ini," Ibu Wati menenangkan anak-anaknya.
Laila, anak yang paling besar tidak banyak bicara. Dia diam bukan berarti tidak peduli, tapi dia merasa bahwa kalau ikut khawatir seperti adik-adiknya, pasti hanya akan menambah keresahan ibunya dan adik-adiknya.
Ashar sudah lewat, Pak Ita tidak juga kunjung pulang. Laila tahu bagaimana rasa gelisah ibu dan adik-adiknya. Dia mencoba ikut menenangkannya.
"InsyaAllah paling abis maghrib bapak pulang, ya Bu?" katanya di sela-sela heningnya suasana.
"Iya, insyaAllah ya. kita berdoa saja ya," Ibu Wati dengan agak tergagap menanggapi omongan Laila.
Matahari sudah semakin ke barat, lembayung berwarna jingga menghiasi langit menjemput malam. anak-anak yang mau pergi mengaji sudah mulai jalan beriringan menuju majlis atau mushola yang biasa digunakan untuk anak-anak mengaji, ini berarti maghrib sudah hampir tiba. Tapi Pak Ita yang ditunggu keluarganya belum juga pulang. Ada apa gerangan?
"Ya Allah lindungi suami hamba," Bu Wati berdoa dalam hatinya.