"Ya, Allah terima kasih banyak, Engkau telah mengembalikan suami saya. Hanya Engkau Yang Maha Pengasih dan Penyayang," tak lupa Bu Wati menengadahkan tangan bersyukur kepada Allah.
Akhirnya Bu Wati dan Pak Ita masuk ke dalam rumahnya. Tak lupa mereka melakukan salat malam dulu sebelum melanjutkan tidurnya. Walaupun Bu Wati meminta diceritakan kejadian apa yang menimpa suaminya, Pak Ita tetap menyarankan besok saja, "Karena sekarang sudah malam, dan bapak merasa lelah, jadi besok saja bapak ceritakan lengkap gak ada yang ditutupi. Sekarang mah bapak juga mau meneruskan tidur yang tadi ibu ganggu," Pak Ita menjelaskan kondisinya.
"Terus, tadi bapak pulang jam berapa?" Bu Wati penasaran.
"Jam 12.00 WIB, hanya karena sudah keliling ketuk pintu, jendela, dan pintu depan, tidak ada yang jawab, akhirnya bapak memutuskan tiduran di teras saja, kebetulan ada tiker teras, ya sudah pake tiker ini bapak tidur. Mungkin saking lelahnya. Jadi tidak terasa dingin dan gigitan nyamuk, lupa deh, kalau bapak tidur di teras," jelasnya panjang lebar.
"Oh, ya sudah atuh kalau begitu mah. Sekarang kita tidur saja ya," Bu Wati menyetujui.
Pagi buta Bu Wati sudah bangun, terbiasa bangun sebelum subuh, maklum orang kerja tidak punya pembantu. Jadi segalanya berbicara. Sibuk dengan persiapan untuk sarapan dan perlengkapan pekerjaannya di sekolah. Terutama kebutuhan anak-anaknya. Apalagi hari ini ada yang sangat dia tunggu yaitu cerita tentang suaminya yang sudah dijanjikan kalau hari ini akan diceritakan lengkap. Tapi kalau pagi tidak mungkin, karena kesibukan. Mungkin siang pulang sekolah. Rasanya sudah pengen segera siang saja saking penasarannya sama cerita suaminya.
"Mengingat ibu harus ke sekolah dulu, jadi cerita tentang bapak, siang sepulang sekolah ibu, ya," Ibu Wati menawarkan waktu kepada suaminya.
"Iya, siap ibu guru," Pak Ita meledek Bu Wati.
"Anak-anak, ayo siap berangkat, takutnya telat," Bu Wati mengingatkan anak-anaknya.
Di sekolah Bu wati kayaknya kurang tenang. Sebentar-sebentar lihat jam dinding. Dirasakannya waktu berjalan lambat. Kebalikan dari kemarin. Kemarin perasaan waktu suaminya dibawa polisi, waktu itu berlalu seperti kilat. Tapi hari ini waktu berjalan lambat seperti kura-kura. Resah dan gelisah penuh penasaran dengan kejadian yang menimpa suaminya kemarin. Kepengen mendapat penerangan yang sejelas-jelasnya, biar 'tidak ada dusta di antara kita'. Biar orang-orang tahu bahwa suaminya tidak bersalah. Tidak melakukan hal-hal yang melanggar aturan.
Sepulang sekolah Bu Wati sudah tak bisa lagi menahan kesabaran untuk mendengarkan cerita suaminya. Tak menunggu lama, dia langsung melakukan salat dhuhur, biar suaminya pulang dari masjid, dia pun sudah siap mendengarkan cerita dengan tenang.