Mohon tunggu...
Lilis Edah Jubaedah
Lilis Edah Jubaedah Mohon Tunggu... Guru - Guru di SMPN 1 Cilegon

Saya Lilis Edah Jubaedah, Lahir di Purwakarta, 26 Agustus 1965. Pekerjaan saya Guru di SMPN 1 Cilegon. Hobby saya menulis, walapun belum mahir. Konten yang saya sering tulis apa saja yang berhubungan dengan rasa kekhawatiran diri terhadap lingkungan sekitar. Jenis tulisannya ada puisi, cerpen, opini, esai, atau apa saja yg menurut saya cocok dengan kontennya. Tapi hanya sekadar menulis saja.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cinta Tak Berbalas

24 Oktober 2022   15:00 Diperbarui: 24 Oktober 2022   15:18 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku gak pedulikan omongan dia. Aku bergegas menuju pintu depan untuk berpamitan kepada ibunya. Biar gak keburu ibunya pergi. Karena ibunya kalau abis shalat subuh sudah pasti berangkat ke pasar.

“Bu, aku pulang dulu, karena masih banyak kerjaan gak bisa lama-lama di sini.” Pamitku pada ibunya dengan sedikit bergetar karena sebenarnya berat banget kalau aku harus meninggalkan keluarga itu. Tapi apalah aku yang sudah tidak ada harganya. Buat apa lama-lama di rumahnya kalau hanya akan menambah kepedihan hati.

“Teteh mau ke mana? Teteh ke sini di suruh Si Aa? Kenapa Teteh nangis?” tanyanya penasaran. Mungkin lihat mataku sembab.

“Iya, Bu. Tadinya Teteh pikir karena dia yang ngirim surat, makanya Teteh segera datang memenuhi undangannya. Tapi, ya mungkin Teteh salah.” Jawabku setengah bingung.

 Aku bagai jalangkung yang datang tanpa diundang dan pulang gak dianter. Malah lebih dari jalangkung karena aku merasakan sakitnya dalem banget.

“Pamit ya, Bu. Mohon maaf bila ada salah.” Salam tak lupa cium tangan.

“Sudah begini saja, sekarang mah Teteh nyari saja yang lain, yang lebih baik segalanya dari anak ibu. Ibu juga jengkel melihatnya, bikin Teteh sedih terus. Sudah biarin saja anak ibu mah.” Kata ibunya menyemangati.

“Ya sudah, hati-hati di jalan ya.” Kata ibunya sambil memandangku kasihan.

“Ya udah, Assalamualaikum.” Pamitku. Kemudian aku pergi meninggalkan semua kenangan yang selama ini selalu menemani kesepianku.

Udara masih sangat sejuk, hari masih gelap, matahari baru sedikit mengeluarkan cahayanya, seperti membiarkan seseorang yang lagi bersedih bersembunyi di balik gelapnya matahari subuh, membiarkan yang bersedih tidak diketahui orang lain yang terlewatinya. Masih pada sibuk di dapurnya masing-masing.

Dengan menundukkan kepala aku melangkah gontai pergi meninggalkan harapanku di Cibatu. Biarlah semua pupus. Kudoakan semoga dia bahagia dengan siapapun nanti. Aku sudah tak mungkin mengharapkannya lagi. Aku merasakan sendiri betapa dia tidak pernah mencintaiku selama ini, dia tidak pernah menyayangi sedikitpun, dan betul aku hanya pantas sebagai adiknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun