Hingga pada suatu sabtu yang agak mendung dan sendu di akhir November, Doni kembali berkecamuk di pikiranku. Semakin kucoba membunuh pikiran itu, semakin kuat ingatanku akan hal-hal detail yang begitu manis saat itu dan sangat pahit saat ini. Aku keluar kamar untuk membasuh muka dan kucoba menghapus air mata dengan air keran. Sampai akhirnya aku melihat mamahku sedang menonton televisi sendirian. Kuhampiri dia.
"Mah, aku boleh lihat foto laki-laki yang waktu itu?"
"Yang mana," ujarnya
"Yang mamah mau jodohkan buat aku,"
"Oh, ini."
"Sepertinya aku mau"
"Akhirnya. Kamu akhirnya mau menikah,"
Mamahku kemudian menceritakan semua hal tentang calon suamiku, bagaimana tampannya dia, bagaimana berbaktinya dia, bagaimana cerdasnya dia. Segala hal yang mungkin akan membuatku tertarik.
Aku menikah.
***
Satu tahun berlalu setelah pernikahanku yang mengesankan itu. Aku yakinkan kembali bahwa aku bahagia. Seperti akhir pekan sebelum-sebelumnya, aku berkunjung ke tempat mamahku. Pada suatu kesempatan, ketika suamiku sedang keluar bersama ayah. Mamahku  mengajakku pergi ke dapur untuk membuat makanan.