Mohon tunggu...
Lia Wahab
Lia Wahab Mohon Tunggu... Jurnalis - Perempuan hobi menulis dan mengulik resep masakan

Ibu rumah tangga yang pernah berkecimpung di dunia media cetak dan penyiaran radio komunitas dan komunitas pelaku UMKM yang menyukai berbagai jenis kerja kreatif

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Keunikan-Keunikan Kudus dari yang Bikin Happy sampai Bikin Deg-degan

6 November 2022   19:19 Diperbarui: 8 November 2022   22:27 1102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gerbang Kudus Kota Kretek di perbatasan Demak dan Kabupaten Kudus (Sumber foto: Kompas.com)

Kudus, sebuah kabupaten di wilayah Jawa Tengah yang diapit oleh Kabupaten Demak, Jepara, Pati dan Grobogan. Posisinya sekitar 50 kilometer di sebelah timur Kota Semarang. 

Di antara empat kabupaten yang mengelilinginya, Kudus memiliki wilayah yang paling kecil. Kudus juga tak punya garis pantai. Mesipun begitu, kota ini punya sejuta pesona dengan beberapa keunikan yang dimilikinya. Tak hanya yang bikin kamu tertarik tapi Kudus juga punya keunikan yang bikin kamu degdegan loh. Mau tau apa saja itu? Inilah beberapa di antaranya yang saya rangkum:

1. Terdapat dua diantara sembilan Wali Songo

Kamu pernah dengar kata Wali Songo atau Sembilan Wali? Itu adalah sebutan untuk sembilan tokoh utama penyebar ajaran Islam di Pulau Jawa. Di antara wali songo yang tersebar di beberapa wilayah di pulau Jawa tersebut dua di antaranya ada di Kudus. Mereka adalah Sunan Kudus dan Sunan Muria.

Sunan Kudus yang memiliki nama asli Ja'far Shodiq adalah anak dari Habib Utsman Haji atau dikenal dengan nama Sunan Ngudung. Ayahnya ini adalah seorang menantu dari Sunan Ampel. 

Sunan Kudus lahir di Kudus pada tahun 1400 Masehi ketika kerajaan Hindu-Jawa sedang runtuh dan agama Islam baru mulai menyebar di pulau Jawa. Sunan Kudus juga merupakan cucu buyut Syekh Ibrahim As- Samarqandi yang secara silsilah adalah keturunan dari Nabi Muhammad SAW melalui jalur silsilah Sayyidina Husen bin Fatimah binti Muhammad SAW.

Sunan Kudus memiliki gelar lain bernama Wali Al-ilmi atau Wali yang berilmu luas. Beliau pernah menjadi senopati atau panglima perang dari Kerajaan Demak. Ia pindah ke Kudus untuk memperluas wilayah Kerajaan Demak di akhir kejayaan Kerajaan Majapahit. Ada yang unik dengan cara Sunan Kudus berdakwah. Ia melakukan dakwah dengan pendekatan seni dan budaya. Sunan Kudus menghargai dan tidak mengubah adat istiadat yang sudah ada sebelumnya di Kudus.

Saat ini, makam Sunan Kudus yang berada di satu area dengan Menara Kudus ramai diziarahi dan dijadikan tempat wisata oleh masyarakat dari berbagai kota di Indonesia.

Sunan Muria yang bernama asli Raden Prawoto adalah putra dari Sunan Kalijaga. Kata "Muria" diambil dari tempat tinggal terakhirnya di lereng Gunung Muria, sekitar 18 kilometer di utara Kota Kudus. Tak seperti sang ayah, Sunan Muria memilih tinggal di daerah yang jauh dari keramaian kota. Sunan Muria melakukan pendekatan kepada pedagang, nelayan, pelaut dan rakyat jelata dalam menyebarkan ajaran Islam.

Saat ini, makam Sunan Muria yang berada di dekat salah satu puncak gunung Muria ramai diziarahi dan menjadi tujuan wisata dari pengunjung di banyak daerah di Indonesia.

Area Makam Sunan Kudus dan Sunan Muria kini menjadi tempat wisata yang sangat memanfaatkan potensi lokal dan memberikan pendapatan besar masyarakat sekitarnya seperti pedagang kembang, supir ojek, pedangang aneka oleh-oleh, tukang foto, parkir dan lainnya.

2. Menara Kudus, bangunan masjid yang menyerupai candi

Seperti yang saya tulis sebelumnya, Sunan Kudus menghargai seni dan budaya asli masyarakat Kudus. Oleh karena itu Sunan Kudus membangun sebuah mesjid dengan arsitektur menyerupai bangunan candi yang merupakan bangunan umat Hindu. Mesjid itu sekarang dinamai Mesjid Menara Kudus yang menjadi ikon kota Kudus hingga saat ini.

Di kawasan Menara Kudus ada mitos yang beredar. Kabarnya, sebuah Rajah Kalacakra atau Kolocokro atau semacam ajian dari Sunan Kudus tertanam di salah satu pintu masuk kawasan Masjid Menara Kudus. Rajah Kalacakra tersebut diyakini bisa menghilangkan jabatan atau kekusasaan seseorang yang melewatinya jika ada kecurangan atau kesombongan dalam diri orang tersebut. Karena itu, konon jarang ada pejabat yang mau  melewati pintu tersebut.

3. Pernah terpisah daratannya dengan Pulau Jawa 

Kudus, Jepara dan sebagian wilayah Pati pernah dipisahkan dengan Pulau Jawa oleh adanya selat Muria. Selat tersebut masih ada sampai akhir abad ke-16 dan menjadi jalur transportasi dan perdagangan yang banyak dilalui kapal-kapal dari manapun. Selat tersebut makin lama tersedimentasi dan mendangkal hingga berubah menjadi rawa-rawa. Kini, rawa-rawa tersebut sudah menjelma menjadi daratan sepenuhnya di wilayah lingkar selatan Kudus hingga ke bagian barat Kabupaten Rembang.

Karena pernah menjadi laut, wilayah daratan tersebut saat ini memiliki air tanah yang asin di kedalaman tertentu. Selain itu, jika digali, masih banyak bebatuan yang membentuk mirip karang laut di desa-desa kawasan Kudus yang menjadi jalur selat Muria ini. Ada juga fosil hewan laut yang ditemukan di kawasan ini.

Dari berbagai sumber, konon di masa glasial, Gunung Muria dan perbukitan Patiayam dulunya tergabung dengan dataran besar Pulau Jawa. Di masa inter glasial ketika volume air laut meningkat terbentuklah laut yang dangkal di antara wilayah Gunung Muria dengan Pulau Jawa.

4. Situs purbakala yang lengkap dan fosil cenderung utuh

Kudus memiliki situs purbakala dimana ditemukan fosil-fosil mahluk purbakala. Situs bernama Patiayam tersebut terletak di Perbukitan Patiayam, Dukuh Kancilan, Desa Terban, Kecamatan Jeluko, Kudus. Di situs tersebut ditemukan sekitar 1.500 fosil yang kemudian disimpan di rumah-rumah penduduk yang di daerah itu.

Situs Patiayam bahkan disebut sebagai salah satu situs dengan penemuan fosil terlengkap dengan temuan fosil manusia purba Homo Erectus, binatang veterbrata, dan inveterbrata. 

Fosil-fosil binatang purba yang ditemukan di antaranya gajah purba, gajah asia, monyet, banteng, sapi, kerbau, kuda air, badak, babi, serigala, harimau, buaya hingga hewan laut seperti ikan dugong, penyu, kura-kura bahkan ikan hiu. Di situs ini ditemukan juga artefak seperti alat serpih, kapak besar, bola batu, alat penyerut dan lainnya.

Data dari Kemdikbud.go.id mengatakan bahwa fosil-fosil di Patiayam awalnya ditemukan oleh seorang pecinta alam asal Jerman bernama Frans Wilhelm Junghuhn. Selain itu, seorang pelukis sekaligus intelektual asal Jawa bernama Raden Saleh juga tanpa sengaja menemukan fosil-fosil tersebut.

Sayangnya saat itu penemuan fosil tersebut masih belum bisa dipahami oleh masyarakat. Masyarakat pun menamakan fosil-fosil itu "balung buto" yang berarti "tulang raksasa" dan bahkan mereka menjual sebagian fosil itu kepada para pedagang Cina untuk dijadikan bubuk obat. Kopral Anthonie de Winter seorang kolektor fosil sempat meminta penguasa setempat di kala itu membuat peraturan agar penduduk tidak mengambil fosil-fosil. Karena harga jualnya yang cukup tinggi, penduduk tetap mengambil fosil-fosil yang ada dengan sembunyi-sembunyi.  

Sejak tahun itu petani di ladang di area perbukitan Patiayam masih sering menemukan potongan fosil dan mereka mengumpulkannya di rumah-rumah. Kemudia ada sepasang suami istri penduduk setempat yang berinisiatif mengumpulkan semua fosil yang ditemui penduduk di rumahnya dan melaporkan penemuan fosil tersebut ke pihak yang berwenang.

Penemuan fosil besar Gading Gajah di tahun 2005 membuat situs purbakala ini terkenal hingga saat ini.  Fosil Gading Gajah tersebut kemudian dibawa ke Bandung untuk diteliti di Museum Geologi.

Situs Purbakala Patiayam ini digadang-gadang akan lebih besar dari Situs Purbakala Sangiran yang saat ini dinilai paling besar dan menyimpan fosil tertua di Indonesia. Selain menyimpan fosil tertua, Situs Purbakala Patiayam juga menyimpan fosil dengan wujud yang lebih sempurna dibandingkan fosil-fosil yang ditemukan di Sangiran. Hal itu diduga karena material vulkanik pada kandungan tanah di area situs ini menjaga struktur fosil agar lebih utuh.

Saat ini fosil-fosil yang ditemukan di Situs Purbakala Patiayam dikumpulkan di Museum Purbakala Patiayam di Desa Terban, Kecamatan Jekulo, Kudus. Rencananya museum ini akan diperbesar untuk menampung semua temuan yang kemungkinan masih banyak di bawah permukaan tanah di kawasan situs purbakala ini. 

5. Pengaturan lampu lalu lintas yang unik

Setiap daerah punya penataan lalu lintasnya sendiri. Tapi, umumnya penataan itu mengikuti aturan baku atau standar penataan yang hampir sama dengan yang ada di setiap daerah lainnya. Nah, kalau di Kudus ada satu penataan yang saya nilai cukup unik tapi bikin degdegan. Itu adalah pengaturan lalu lalu lintas di beberapa persimpangan jalan di wilayah Kudus.

Di setiap persimpangan empat atau lebih sudah biasa nih ada lampu lalu lintas. Di beberapa persimpangan empat di Kudus pengaturan menyalanya lampu hijau bisa bersamaan di antara dua jalan yang berseberangan di persimpangan. Jadi, lampu hijau yang bersamaan menyala membuat kendaraan yang berhadap-hadapan saling maju. Kalau anda belum terbiasa dengan penataan lalu lintas seperti ini atau belum lancar membawa kendaraan maka jangan coba-coba menyetir sendiri. Supaya aman, kita cukup melajukan kendaraan dalam kecepatan sangat rendah menerapkan budaya antri atau mengalah pada kendaraan yang mau melintas lebih dulu. Gimana, bikin degdegan bukan?

Soal pengaturan lalu lintas ini anda tak perlu kawatir. Jalan-jalan di wilayah Kudus masih relatif aman karena tidak terlalu lebar, tidak terlalu padat dan rumit seperti jalan-jalan di kota-kota besar. Jalan-jalan di Kudus aman bagi pengendara asalkan tidak ngebut-ngebutan dan selalu engikuti rambu lalu lintas lainnya.

6. Kearifan lokal untuk tidak menyembelih hewan sapi dan menggantinya dengan Kerbau

Sebelumnya sudah saya sebutkan bahwa Sunan Kudus sangat menghormati seni dan budaya yang ada. Beliau juga menghormati segala kearifan lokal di dalamnya. 

Di masa penyebaran Islam oleh Sunan Kudus tersebut untuk menghormati masyarakat saat itu yang mayoritas adalah umat Hindu Sunan Kudus meminta masyarakat non Hindu untuk tidak menyembelih hewan Sapi. 

Hal tersebut karena Sapi dianggap suci oleh umat Hindu bahkan hingga saat ini. Sunan Kudus pun menentukan hewan Kerbau sebagai pengganti hewan Sapi untuk disembelih masyarakat.

Budaya mengkonsumsi daging Kerbau di masyarakat Kudus masih terpelihara hingga saat ini meskipun mayoritas masyarakat Kudus saat ini adalah umat Islam. Daging Kerbau tersebut juga menjadi salah satu bahan utama yang ada di masakan-masakan khas Kudus seperti soto, sop dan sate Kudus.

Gerbang Kudus Kota Kretek di perbatasan Demak dan Kabupaten Kudus (Sumber foto: Kompas.com)
Gerbang Kudus Kota Kretek di perbatasan Demak dan Kabupaten Kudus (Sumber foto: Kompas.com)

7. Tempat lahir dan tumbuhnya industri kretek di Indonesia

Kota Kretek, itulah julukan yang saat ini dimiliki oleh Kota Kudus karena berdirinya industri-industri rokok kretek legendaris di Kudus saat ini. Bahkan, pembangunan di seputar kabupaten Kudus saat ini juga disokong oleh CSR dari perusahaan-perusahaan rokok kretek setempat.

Sejarah industri kretek di kota ini berawal dari seorang penduduk Kudus bernama Haji Djamhari yang menciptakan rokok kretek di akhir abad ke-19 sekitar tahun 1870 hingga 1880-an. Awalnya, ia memiliki sakit dada dan memanfaatkan minyak cengkih untuk dioleskan di dada dan tubuhnya. Kemudian ia bereksperimen merajang cengkeh dan tembakau lalumelintingnya dengan daun jagung kering (klobot) untuk dibakar dan dihisap sebagai obat sakit yang dideritanya. Konon kata "kretek" diambil dari suara dari cengkeh yang terbakar tersebut. Sakit dadanya pun berangsur-angsur sembuh.

Karena keberhasilan Haji Djamhari menyembuhkan sakitnya dengan kretek buatannya dan budaya rokok kretek saat itu mulai ada lalu banyak masyarakat yang memesan rokok kretek kepada Haji Djamhari. Berbagai kalangan di masa itu menikmati rokok kretek buatan Haji Djamhari sebagai obat.

Setelah ditemukannya rokok kretek oleh Haji Djamhari, pabrik-pabrik kretek pun bermunculan tetapi semua tak bertahan lama. Sepuluh tahun kemudian sejak penemuan kretek Haji Djamhari (di tahun 1903) Niti Semito memulai produksi rokok kretek. Nitisemito pun sukses menjadi pengusaha rokok dengan merek dagang Bal Tiga.

Ia menjadi pengusaha Indonesia pertama yang menyewa pesawat Fokker untuk menyebar pamflet rokok kreteknya dari udara hingga menuju Bandung dan Jakarta. Ia juga membagikan cangkir dan piring dengan merek rokok kreteknya untuk konsumen rokok Bal Tiga. Niti Semito juga membangun Radio Siaran RVK (Radio Vereiging Koedoes), gedung bioskop dan membentuk tim sepak bola serta grup tonil sandiwara.

Akibat adanya persaingan dagang antara pengusaha kretek pribumi dan Tionghoa, pecahlah Kerusuhan Kudus 31 Oktober 1918. Dalam kerusuhan tersebut, penduduk pribumi membakar dan menjarah Pecinan di kawasan Kota Lama Kudus yang mengakibatkan sekitar 10 orang meninggal dan luka-luka. Tak hanya itu, kerusuhan mengakibatkan separuh populasi Tionghoa di kota Kudus eksodus ke Semarang dan kota lainnya di pulau Jawa.

Usaha kretek Niti Semito terus berkembang. Sang Raja Kretek juga menjadi orang pertama di Indonesia yang memiliki mobil termahal dari Eropa hingga masuk dalam berita di surat kabar di Eropa di tahun 1928. Keberhasilan Niti Semito lalu diikuti oleh pengusaha-pengusaha kretek lainnya di Kudus. Di tahun awal abad ke-20 tersebut industri Kretek di Kudus mengalami masa kejayaan dengan nilai ekspor ke daerah lainnya yang fantastis. Pabrik Rokok Bal Tiga mengalami puncak kejayaannya di tahun 1934.

Datangnya penjajah Jepang di tahun 1942 mengawali kehancuran pabrik rokok Bal Tiga. Industri rokok kretek Bal Tiga terhenti karena pabrik dan aset-aset mesin disita oleh pasukan Jepang untuk dijadikan gudang dan bahan persenjataan mereka.

Saking besarnya setoran pajak dan kontribusi dari Nitisemito, Bung Karno bahkan sampai menjebutnya sebagai orang kaya Indonesia dalam pidato di sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tanggal 1 Juni 1945. (sumber: Wikipedia)

Kini, beberapa industri kretek besar ada di Kudus di antaranya PT. Djarum, PT. Nojorono dan PT. Sukun. Dari kedua industri kretek ini tercipta lapangan kerja besar-besaran untuk penduduk di Kudus dan kota lainnya di Indonesia.

Kalau kamu mau menelusuri sejarah kretek di Kudus kamu bisa menelusuri area "Kampung Juragan Kretek" di sepanjang kota lama Kudus di antaranya di desa Langgar Dalem, Kauman, Kerjasan, Demangan, Janggalan, Damaran dan Kajeksan. Di sana dulu hidup masyarakat yang membangun usaha kretek. Mereka dulu mempunyai penghasilan yang besar ketika industri kretek di Kudus sedang jaya-jayanya. Beberapa koleksi peninggalan pelaku industri kretek di masa itu termasuk peninggalan sang Raja Kretek Nitisemito kini disimpan di Museum Kretek Kudus. Jadi, kalau kamu ke Kudus, jangan lewatkan untuk berkunjung ke museum ini ya... 

8. Beberapa desa dengan penamaan berunsur Jepang

Belum diketahui dari mana keterkaitan dan asal usulnya, ada tiga desa di Kudus yang namanya diambil dari nama Jepang. Desa-desa tersebut yaitu Desa Jepang, Desa Japan dan Desa Jepang Pakis. Desa Jepang ada di Kecamatan Mejobo. Desa Japan ada di Kecamatan Dawe di lereng gunung Muria. Desa Jepang Pakis ada di Kecamatan Jati. Di Desa Japan bahkan ditemukan goa yang pernah dipakai untuk berlindung serdadu Jepang.

9. Buah khas Parijoto dengan mitosnya

Parijoto adalah salah satu jenis buah yang dapat ditemukan di sekitar lereng Gunung Muria. Buah ini memiliki rasa yang khas yaitu asam dan sedikit getir. Mitos yang ada di masyarakat dahulu, jika ada wanita hamil yang memakan buah ini maka kelak anaknya akan memiliki wajah rupawan. Buah Parijoto ini juga menjadi salah satu ikon Kudus terutama kawasan lereng Muria. Bahkan motif batik Kudus punya ciri khas umumnya menggambarkan bentuk tanaman dan buah Parijoto.

Kini buah Parijoto diolah dalam aneka makanan serta minuman dan menjadi jenis oleh-oleh Kudus yang sangat diminati oleh wisatawan.

10. Kota santri dan Sarekat Islam Kudus yang ditakuti Belanda

Pada abad pertengahan, Kudus menjadi pusat perkembangan agama Islam di Indonesia. Karenanya, banyak lembaga pendidikan dan organisasi Islam dibangun di Kudus termasuk berdirinya Sarekat Islam Kudus. Lima makam ulama besar Indonesia juga ada di Kudus yaitu makam Kyai Telingsing, Sunan Kudus, Sunan Muria, Sunan Kedu dan Syeh Syadzili.

Sarekat Islam Kudus (SI Kudus) yang didirikan di tahun 1912 di bawah pimpinan Haji Djoepri seorang pengusaha kretek mendirikan dua madrasah tertua di Kudus. SI Kudus ini memiliki karakteristik tersendiri dibanding Sarekat Islam di daerah lainnya. 

Meskipun didominasi oleh para haji dan ulama, visi kemandirian ekonomi pribumi dan gerakan progresif kaum buruh menjadi ciri khas mereka. Mereka memiliki gerakan revolusioner yang membuat SI Kudus ditakuti oleh pemerintah kolonial Belanda. Mereka bahkan menjadi pendorong gerakan mogok buruh kereta api di Semarang pada tahun 1920.

11. Tempat pengodogan atlet bulutangkis tingkat dunia

Saat ini Kudus juga terkenal dengan nama besar penghasil atlet bulutangkis tingkat dunia. Di Kudus terdapat Perkumpulan Bulutangkis (PB) Djarum yang didirikan oleh pabrik rokok Djarum di tahun 1974 yang awalnya untuk menampung karyawan pabrik rokok tersebut yang menyukai olahraga bulutangkis. Tempat melinting rokok pun sebagian diubah menjadi lapangan bulutangkis. 

Dalam perkembangannya, PB Djarum melakukan pendidikan yang baik kepada calon-calon atlet baru. PB Djarum juga memberikan beasiswa penuh kepada calon atlet sejak usia anak-anak. Akhirnya PB Djarum berhasil melahirkan atlet-atlet bulutangkis kelas dunia seperti Alan Budikusuma, Hariyanto Arbi, Hastomo Arbi, Heryanto, Ivana Lie, Christian Hadinata dan banyak atlet penerus mereka lainnya.

Tempat latihan atlet PB Djarum di Kudus saat ini yaitu Gelanggang Olah Raga (GOR) Djarum di kawasan Jati, Kudus. Di GOR ini kini setiap tahunnya dilaksanakan audisi untuk memilih calon-calon penerima beasiswa pendidikan untuk atlet bulutangkis binaan PB Djarum. Peserta audisi yang masih di usaia anak-anak tersebut datang dari berbagai penjuru wilayah di Indonesia. Tak hanya jadi lokasi binaan atlet, GOR ini juga menjadi ruang pajang memorabilia atlet-atlet bulutangkis legendaris Indonesia dari masa ke masa. 

12. Kotanya adalah salah satu kecamatannya

Secara nomenklatur atau penamaan wilayah sesuai struktur pemerintahan, kota umumnya satu tingkat dengan kabupaten. Kalau sebuah daerah dengan nama yang sama tetapi ada kota dan ada kabupaten berarti mereka adalah dua wilayah administratif yang berbeda. Di Kudus lain cerita. Kabupaten ini areanya sangat kecil, hanya terdiri dari 9 kecamatan. 

Nah, yang disebut dengan Kota Kudus adalah nama suatu kecamatan di Kabupaten Kudus. Namanya Kecamatan Kota Kudus yang terdiri dari 9 kelurahan. Sementara itu dari 8 kecamatan lainnya terdapat 123 desa. Jadi, Kota Kudus itu melingkupi wilayah yang sangat kecil. Jangan heran kalau kamu berwisata mengunjungi kelurahan-kelurahan di Kota Kudus, dalam waktu sebentar kamu akan masuk ke batas kelurahan lainnya.

Nah, itulah 11 keunikan Kudus yang berhasil saya rangkum. Kudus juga punya dua karakter cuaca yaitu panas tropis untuk wilayah dataran rendahnya dan sejuk untuk wilayah di ketinggian di kawasan lereng pegunungan Muria, loh. Lokasi pusat kota ke kawasan pegunungan juga cukup dekat. Kalau pakai sepeda motor lokasi puncak lereng Muria bisa dijangkau cuma 30 menit dari pusat kota Kudus. 

Kalau kamu pernah ke Kudus mungkin kamu punya kesan keunikan lainnya mengenai kabupaten ini. Pastinya, Kudus adalah daerah yang membuat kesan unik bagi siapapun yang mengunjunginya. Kalo gak percaya, coba kamu buktikan sendiri. Yuk main ke Kudus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun