Mohon tunggu...
Lia Wahab
Lia Wahab Mohon Tunggu... Jurnalis - Perempuan hobi menulis dan mengulik resep masakan

Ibu rumah tangga yang pernah berkecimpung di dunia media cetak dan penyiaran radio komunitas dan komunitas pelaku UMKM yang menyukai berbagai jenis kerja kreatif

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Keunikan-Keunikan Kudus dari yang Bikin Happy sampai Bikin Deg-degan

6 November 2022   19:19 Diperbarui: 8 November 2022   22:27 1102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gerbang Kudus Kota Kretek di perbatasan Demak dan Kabupaten Kudus (Sumber foto: Kompas.com)

6. Kearifan lokal untuk tidak menyembelih hewan sapi dan menggantinya dengan Kerbau

Sebelumnya sudah saya sebutkan bahwa Sunan Kudus sangat menghormati seni dan budaya yang ada. Beliau juga menghormati segala kearifan lokal di dalamnya. 

Di masa penyebaran Islam oleh Sunan Kudus tersebut untuk menghormati masyarakat saat itu yang mayoritas adalah umat Hindu Sunan Kudus meminta masyarakat non Hindu untuk tidak menyembelih hewan Sapi. 

Hal tersebut karena Sapi dianggap suci oleh umat Hindu bahkan hingga saat ini. Sunan Kudus pun menentukan hewan Kerbau sebagai pengganti hewan Sapi untuk disembelih masyarakat.

Budaya mengkonsumsi daging Kerbau di masyarakat Kudus masih terpelihara hingga saat ini meskipun mayoritas masyarakat Kudus saat ini adalah umat Islam. Daging Kerbau tersebut juga menjadi salah satu bahan utama yang ada di masakan-masakan khas Kudus seperti soto, sop dan sate Kudus.

Gerbang Kudus Kota Kretek di perbatasan Demak dan Kabupaten Kudus (Sumber foto: Kompas.com)
Gerbang Kudus Kota Kretek di perbatasan Demak dan Kabupaten Kudus (Sumber foto: Kompas.com)

7. Tempat lahir dan tumbuhnya industri kretek di Indonesia

Kota Kretek, itulah julukan yang saat ini dimiliki oleh Kota Kudus karena berdirinya industri-industri rokok kretek legendaris di Kudus saat ini. Bahkan, pembangunan di seputar kabupaten Kudus saat ini juga disokong oleh CSR dari perusahaan-perusahaan rokok kretek setempat.

Sejarah industri kretek di kota ini berawal dari seorang penduduk Kudus bernama Haji Djamhari yang menciptakan rokok kretek di akhir abad ke-19 sekitar tahun 1870 hingga 1880-an. Awalnya, ia memiliki sakit dada dan memanfaatkan minyak cengkih untuk dioleskan di dada dan tubuhnya. Kemudian ia bereksperimen merajang cengkeh dan tembakau lalumelintingnya dengan daun jagung kering (klobot) untuk dibakar dan dihisap sebagai obat sakit yang dideritanya. Konon kata "kretek" diambil dari suara dari cengkeh yang terbakar tersebut. Sakit dadanya pun berangsur-angsur sembuh.

Karena keberhasilan Haji Djamhari menyembuhkan sakitnya dengan kretek buatannya dan budaya rokok kretek saat itu mulai ada lalu banyak masyarakat yang memesan rokok kretek kepada Haji Djamhari. Berbagai kalangan di masa itu menikmati rokok kretek buatan Haji Djamhari sebagai obat.

Setelah ditemukannya rokok kretek oleh Haji Djamhari, pabrik-pabrik kretek pun bermunculan tetapi semua tak bertahan lama. Sepuluh tahun kemudian sejak penemuan kretek Haji Djamhari (di tahun 1903) Niti Semito memulai produksi rokok kretek. Nitisemito pun sukses menjadi pengusaha rokok dengan merek dagang Bal Tiga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun