Benar saja beberapa lembar kertas berwarna merah muda bergambar bunga klasik terlipat rapi. Kubaca tulisan tangannya yang tak asing lagi selalu menyapaku satu  tahun terakhir ini. Hanya celoteh-celotehan  yang tertuang serta goresan kerinduan standar layaknya laki-laki sedang kasmaran selalu terselip foto-foto berseragam Akademi nya yang selalu kupandangi namun entah tak ada hasrat sekalipun untuk menuliskan segala perasaanku padanya, yang selalu berselimut kecewa karena ditinggalkannya dan harus menunggunya, dan menurutku menunggu satu hal yang sangat tak kusukai.
“ Dek, BALAS DONG! ,,, “ Kalimat pendek  yang selalu ia tulis di akhir surat dengan huruf kapital di akhiri tanda seru seolah-olah ia berteriak memintaku untuk membalas surat-suratnya yang ia kirimkan hampir seminggu sekali itu,Â
Satu hari pertengahan januari di tahun 95,  Melihatku menyembul dari gerbang sekolah terlihat wajah seseorang berseragam Akademi Aeroneutika Dirgantara Bandung itu sangat sumringah dan segera menghampiriku…
“Akang menunggu dari jam 2 Dek , hampir satu jam nungguin … “ ucapnya membuka obrolan.
“Maaf  Kang .. tadi ada ujian praktek dulu … “ ujarku seraya menggelayutkan tangan meraih lengan kokohnya, mengajaknya segera meninggalkan teman-temanku tanpa menghiraukan ejekan manja mereka menuju Honda grand nya yang terparkir tak jauh dari tempatnya menunggu.
Hembusan angin menerpa wajah, sesekali kami berceloteh tentang luasnya lahan landas pacu yang dilewati, Honda grand nya melaju menyusuri jalan berpagar kawat berduri landas pacu bandara Husein Sastranegara hingga akhirnya menepi dipelataran parkir dan segera mengajakku menuju area foodcourt tepat depan lobi bandara.
Masih dengan seragam putih abu bersweater rajut, tangannya masih menggenggam erat jemari mengajakku berjalan seolah tak mau meninggalkanku jauh di belakangnya, pandangannya dengan cekatan memilih tempat duduk yang tepat untuk kami berbincang. Sepertinya ia tak sabar menyampaikan sesuatu hingga ia harus rela menunggu dan mengajakku untuk sekedar makan sore yang jarang kami lakukan karena kesibukkannya sebagai Mahasiswa Akademi Aeroplane.
Tarikkan kursi besi berwarna hitam dengan sandaran anyaman rotan itu  segera ia tarik dan tangannya menyentuh setengah punggungku mempersilahkan ku segera duduk.
“Jus jeruk dan nasi timbel ya Dek? “ tanyanya
“Akang laper, jadi kita emam aja ya … “ tambahnya
Anggukkan kepala tanda mengiyakan, karena memang perutku pun terasa keroncongan.