Mohon tunggu...
Lia Kurniawati
Lia Kurniawati Mohon Tunggu... Dosen - Realistis dan No Drama

Author - Founder Manajemen Emosi & Pikiran (MEP) Dosen Ilmu Komunikasi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

CERPEN : Telepon Penghempas Asa

3 Juli 2015   11:13 Diperbarui: 5 Juli 2015   11:16 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Bergegas memasuki ruang kelas seraya menganggukkan kepala tanda permintaan maaf, setelah sebelumnya melewati deretan rapi barisan anak-anak berumur 5-6 tahun itu dengan di iringi tatapan guru-guru yang sudah hadir lebih dulu.

Rasa perih mulai menyapa perut, ku arahkan pandangan ke arah pergelangan tangan kanan..

 “hhhmmm … sudah jam 12” gumamku.

Segera kubereskan buku-buku yang berserak di atas meja, kusambar tas yang menggantung di sandaran kursi beranjak ke arah kantor dan pamit pulang untuk menjemput anak-anak.

Setibanya di halaman depan rumah kuparkirkan motor bergegas menuju jamban dan mengambil air wudlu meskipun sepertinya perutku sudah tak mau berkompromi lagi, segera kusempatkan sarapan yang tertunda sebelum menjemput anak-anak pukul setengah tiga  nanti, setelah berkendara satu jam lebih di bawah matahari yang terik cukup membuat mata terserang kantuk yang luar biasa. Sofa coklat berbantal keras itu begitu menggodaku untuk sekedar merebahkan diri yang terasa tak berdaya dan merapatkan bulu-bulu mataku.

“Satu jam lumayan lah …” gumamku sambil menarik bantal keras itu mendaratkan pipiku di atasnya seraya merebahkan badan.

tutut tutut tutut … tutut tutut tutut … tutut tutut tutut “ bunyi alarm yang sengaja ku pasang sebelum rebahan tadi.

Segera ku tekan tombol bergambar telpon merah itu, sesaat kemudian tak terdengar lagi bunyi itu. Segera kulangkahkan kaki menghampiri motor yang tak bergeming menunggu pemiliknya dengan setia.

“wuuuuzzzhhh … “ hembusan angin terasa berhembus menerpa wajah, sekilat kemudian debu lapangan sekolah menyeruak berhembus terbawa angin yang terhembus dari putaran ban motorku.

Wajah lelah anak-anak terlihat saat menuruni anak tangga, namun segera terlihat berubah sumringah tatkala mereka melihatku berdiri menyambutnya beberapa meter di bawah tangga. Segera kuhampiri dan memeluk mereka di tengah lalu lalang peergroup nya. Kali ini tak terlalu padat karena beberapa kelas belum keluar untuk pulang.

Kuperiksa satu persatu isi tas, mengeluarkan lunch box Tupperware nya dan membukanya guna menghilangkan rasa khawatir serta kupastikan sudah tak berisi,  itu tandanya usahaku menyiapkan bekal untuk mereka tadi pagi tidak sia-sia, mereka menghabiskan bekal makan siang nya…

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun