"Yo."
Pekerjaan pengambilan stek batang Mentaok di Desa Wonokromo, Bantul ini memang tertunda 3 mingguan. Hal ini disamping kesibukan APRS, pembuatan sungkup dan teknik stek batang Timoho yang baru didapatkan dari Kang Hamdan beberapa hari yang lalu.
Pohon Mentaok sudah sangat sulit dijumpai di Jogja. Pohon ini memiliki sifat yang sama dengan Timoho, terutama sprouting ability yang tinggi. Trubusan atau cabang-cabang inilah yang diambil untuk bahan stek batang sebagai salah satu teknik propagasi vegetatif untuk mengatasi kelangkaan pohonnya dan bijinya.
"Aku tunggu di persemaian ya Mas." Pesan WhatsAPPku kirimkan pada Peri sebelum menyirami bibit pada 18 bedengan yang membujur dari utara ke selatan. Tak lama sosok kerempeng berambut kriting sambil merokok terlihat masuk lewat pintu selatan persemaian.
"Bentar ya Mas. Tanggung nih masih dua bedeng lagi."
"Siap!" Sautnya dengan rokok putih menempel di bibirnya.
"Dah lengkap alat dan bahanya Mas?" Sambil aku matikan kran air paling ujung barat persemaian.
"Kurang icebox aja. Ini penting untuk menjaga kesegaran sampai persemaian Pak."
"Ya kita nanti mampir di Toko Progo. Kita harus berangkat sekarang Mas, jam 1 aku dah harus meeting," kembali lagi aku sampaikan ke Peri.
Jarum jam menunjukan pukul 08.00 dan perjalanan ke lokasi sekitar 1 jam, kalau tidak macet. Pohon Mentaok ini salah satu yang ada di Jogja selain di makam Raja di Kota Gedhe. Keberadaannya saat ini sudah sangat sulit ditemukan.
Padahal jenis ini sangat erat kaitannya dengan sejarah cikal bakal Kerajaan Mataram Islam di Yogyakarta di Kota Gede yang konon dulu merupakan Alas Mentaok.