Mohon tunggu...
Leya Cattleya
Leya Cattleya Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - PEJALAN

PEJALAN

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Studi Kasus Demokrasi yang Mati di Negeri Pencoleng dan Pemerkosa

18 September 2019   21:20 Diperbarui: 15 Januari 2020   12:24 4203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Korupsi di Indonesia 

Indonesia,  untuk kesekian kalinya turut serta menjadi salah satu negara yang dinilai TI, data menunjukkan adanya penurunan posisi dalam peringkat. Peringkat Indonesia turun dari 86 ke 89, meski skornya meningkat dari 37 menjadi 38. Ini adalah perbandingan CPI tahun 2017 dan 2018. Soal turunnya peringkat dan juga soal korupsi berupa skandal jual beli jabatan diangkat berkali kali dalam debat Capres terakhir. Sayang sekali, diskusi mendalam terkait bagaimana situasi korupsi di negeri ini tidak mendapat sentuhan berarti.

Peneliti TI Indonesia menyampaikan bahwa dari CPI 2018 itu, Indonesia memiliki upaya positif antikorupsi yang telah dilakukan oleh Pemerintah, KPK, kalangan bisnis dan juga masyarakat sipil. Penelitian penelitian yang menjadi dasar penyusunan CPI 2018 mencatat bahwa peringkat Indonesia diuntungkan oleh adanya kemudahan berusaha dan perizinan yang ramah investasi. Kontribusi positif ini dilaporkan oleh Global Insight Country Risk Ratings dan Political and Economy Risk Consultancy. Sementara, maraknya praktik korupsi dalam sistem politik menggerogoti posisi Indonesia dalam CPI.

Terdapat lima dari sembilan aspek yang berkontribusi pada mandegnya indeks adalah dari laporan the World Economic Forum, Political Risk Service, Bertelsmann Foundation Transformation Index, Economist Intelligence Unit Country Ratings, World Justice Project -- Rule of Law Index. 

Sementara itu, terdapat dua aspek yang berkontribusi pada penurunan indeks, yaitu laporan IMD World Competitiveness Yearbook dan Varieties of Democracy.

Demokrasi Mati Dirongrong Korupsi, Suatu Studi Kasus. 

Kita baru saja menjadi bagian dari studi kasus terkait demokrasi yang bisa diperjual belikan. Proses demokrasi, berupa Pemilu, selain menghabiskan uang rakyat juga melibatkan transaksi yang dibiayai dari korupsi uang milik rakyat. 

Lalu, masihkah kita percaya pada DPR?. Masalahnya, korupnya DPR kita melebihi korupsi di masa presiden yang otoriter, yang memperkaya diri untuk kroni dan keluarganya.

Di dalam studi kasus negeri ini, demokrasi tumbuh menjadi cara untuk menjawab kebutuhan pemegang kuasa, yaitu DPR dan para eksekutif, serta yudikatif. Semua pelaku trias politika menggelar transaksi dan kontrak politik. 

Ini dipertontonkan dalam bentuk pemilu yang kompleks, ribut terus, dan dengan tanpa pembaruan dari sisi substansi.  

Tindak korupsi terus terjadi. Perlawanan pada upaya anti-korupsi juga terjadi, tetapi dalam enerji yang berbeda. Ini tantangan, karena enerji untuk melawan dan memberantas korupsi muncul dari warga yang tak memiliki kekuasaan. Kesempatan bicaranya juga terbatas, atau malah dibrangus.  Ya seperti kita sekarang inilah.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun