Mohon tunggu...
Lesterina Purba
Lesterina Purba Mohon Tunggu... Guru - Penulis

Hidup hanya sebentar perbanyaklah kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta Pertama dan Terakhir

8 Juli 2022   08:39 Diperbarui: 8 Juli 2022   08:40 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cinta Pertama dan Terakhir

Selagi matahari masih bersinar
Cinta yang aku miliki takkan bisa berpaling
Meskipun saat ini raga sudah milik orang lain
Namun hati ini masih milikmu

Takdir mengizinkan aku mencari cinta yang lain
Semua karena saat itu tiada kabar darimu
Aku bimbang dan ragu
Desakan ayah bunda segera menikah
Aku masih menunggu kau datang meminang

Nyatanya sampai janur kuning melambai
Kekasih hati tidak muncul
Tiada kabar darimu
Entah dimana janji setia yang sering kau ikrarkan

Melangkah ke pelaminan dengan seorang yang mencintaiku
Aku pikir mungkin setelah bersama
Cinta akan hadir

Tetapi cinta pertama
Tak pernah pudar di hati
Selalu menghantuiku
Aku masih mengharapkan hadirmu

Bahtera rumah tangga mulai karam
Bersama dengan lelaki pilihan orang tua
Kebahagiaan itu selalu diiringi derita
Sehingga berujung perceraian.

Kehidupan yang Amira alami tidak seindah dari luar. Sepuluh tahun pernikahan hanya siksaan yang selalu hadir di tengah keluarga kecilnya. Amira menikah sepuluh tahun berlalu. Menikah tanpa cinta. 

Awalnya Amira menikah dikarenakan keinginan orang tua. Bahwa lelaki pilihan mereka adalah yang tepat buat Amira. Bukan pacarnya Si Anwar yang dari keluarga miskin tak punya apa-apa.  Lagian masih cinta monyet. Pacaran masa SMA. Amira masih setia menunggu Anwar. Sayang umur 25 tahun sudah ada lelaki yang layak menurut orang tuanya. Setiap minggunya mampir ke rumah. Mencuri perhatian orang tuanya.

"Amira, tunggu apalagi, Hasan, anak yang baik. Anak orang kaya juga. Dia juga yang sekarang meneruskan usaha orang tuanya." Ujar Mama Mita, sambil mengelus rambut putrinya yang panjang sebahu.

" Aku menunggu kabarnya Anwar, Ma. Dia berjanji datang setelah nanti sukses merantau di negeri orang." Amira tetap bertahan menunggu sang pujaan hati melamar.

"Apa yang kamu tunggu dari dia, sampai sekarang juga kau tidak tahu dimana dia tinggal," Mama Mita mulai marah. Nada suaranya mulai tinggi.

"Tapi Ma, aku sangat mencintainya," sahut Amira lagi.
"Makan tuh cinta! Minggu depan keluarga Hasan datang ke rumah, untuk melamarmu. Dandan yang cantik, usahakan segera pulang dari tempatmu bekerja. Bila perlu izin sehari!" Mama Mita nyerocos terus tanpa memikirkan perasaan Amira.

Seminggu telah berlalu. Amira izin pulang setengah hari. Berdandan rapi menunggu lamaran dari keluarga Hasan. Masih tetangga tidak berapa jauh dari rumah. Sebenarnya Amira tidak terlalu suka dengan gayanya Hasan. Kelihatan masih membanggakan hasil jerih payah orang tua. Pada dasarnya  Hasan pemalas. Suka nongkrong dan main judi. 

Setelah lamaran itu beberapa bulan kemudian Amira resmi menjadi istri Hasan. Mereka tinggal dengan mertua. Usaha diwariskan kepada Hasan. Orang tua Hasan memilih untuk beristirahat. 

Tenyata Hasan tak becus berkerja. Sering merugi dan bahkan sifat masa bujang masih melekat. Padahal sudah punya anak dua. Lama-lama usahanya bangkrut. Sehingga Amira yang menjadi tulang punggung. Selain tidak punya pekerjaan Hasan sering mabuk dan ringan tangan. Marah-marah tidak jelas. Amira semakin hari semakin kurus, sering juga ada bekas pukulan di badannya.

Amira tidak tahan, minta cerai. Hasan tidak terima akhirnya memukul Amira dan anak-anak. Amira dengan mata lebam melaporkan ke RT setempat. Hasan ketakutan atas laporan Amira. Yang akhirnya jiwa pengecut yang bersarang di hati membuat dia kabur. Tiada kabar darinya. Membuat Amira terlunta-lunta. Status yang disandang tidak jelas. Dia menjadi orang tua tunggal tapi masih bersuami.

Hari-hari Amira gundah gulana. Statusnya sering galau. Bahkan sering memposting hanya bertiga. Ternyata status galau Amira berbuah. Mantan kekasih ternyata selalu memantau keadaan Amira. Perasaan bersalah selama ini tidak pernah memberi kabar pada Amira. Anwar juga mengalami hal yang sama. Gagal dalam pernikahan dengan orang lain tanpa cinta. Istrinya memutuskan bercerai.

Kehidupan terus berlanjut. Amira melihat kotak pesan dari mantan kekasih. Awalnya dia ragu membaca pesannya. Pahitnya kegagalan pernikahan masih menghantui pikirannya. 

Pesan itu mengajak bertemu. Ternyata selama ini mereka di kota yang sama. Amira membuang semua keraguan. Rasa cinta pada mantan membuat dia ingin segera bertemu. Rindu yang sudah mengakar. Ingin segera menyudahinya.

Anwar merasa sangat bahagia. Cinta bersemi kembali. Mereka akhirnya bertemu.

"Maukah kau menerima aku yang sudah bercela," Amira menatap kekasihnya dengan sendu. Jantungnya berdegup kencang menunggu jawaban Anwar.

"Hati ini tetap setia menunggumu, kita sama-sama sudah tercela. Mengalami kegagalan pernikahan, aku juga merasa ragu apakah kau masih mau menerimaku?" Ujar Anwar

"Aku juga tetap masih ingat kamu, takdirlah yang membuat aku berpisah darimu. Aku berharap ini adalah akhir dari derita yang telah lama berlalu. 

"Iya Amira, apakah keluargamu mau menerimaku, tapi sekarang aku tetap mempertahankanmu walaupun mereka tidak setuju." Anwar bertekad untuk melamar Amira apapun rintangannya.

"Sekarang keputusan di tanganku, mereka telah menyesal menjodohkanku." Amira menjelaskan tentang keadaannya sekarang.

Setelah beberapa kali bertemu. Hubungan Anwar dengan Amira semakin erat begitu juga dengan anak-anaknya. Amira terus berusaha mencari tahu dimana berada suaminya. Minta surat cerai resmi. 

Seperti ditelan bumi tiada kabar dari suaminya. 

"Bagaimana caranya kita bisa menikah, aku belum resmi bercerai," ujar Amira di suatu hari, senja menemani di beranda rumahnya.

"Aku bantu mencari sayang, semoga bisa ditemukan."

"Aku serahkan padamu sayang. Sudah lima tahun berlalu tiada kabar darinya. Entah dimanakah dia, saat terakhir kali aku dipukuli olehnya sempat juga dibawa ke RS oleh tetangga. Hingga saat ini dia belum ada kabar."

Anwar meraih Amira ke pelukannya. Tak bisa dibayangkan bagaimana keadaan Amira saat itu.

"Tenang saja sayang, semoga aku segera menemukannya."

Doa dan harapan Amira terkabul. Anwar bertemu dengan Hasan di cafe tidak berada jauh dari tempat usahanya. Pucuk dicinta ulam pun tiba.

Anwar berhasil mengajak Hasan bertemu dengan Amira. Mereka akhirnya saling meminta maaf. Hasan menandatangani surat cerai.

"Aku titipkan istri dan anak-anakku. Aku sungguh menyesal telah menyakiti mereka. Aku tidak berharap lebih jauh lagi. Sayangilah mereka jangan seperti aku," raut wajah penyesalan tergambar jelas di wajah Hasan.

"Amira, maafkanlah aku." Anwar sambil menyalaminya.

"Aku sudah lama memaafkanmu." Ujar Amira mencoba melupakan masa lalu menjadi suami Hasan

Kebahagiaan itu akhirnya menghampiri Amira. Cinta lama bersemi kembali. Cinta pertama dan terakhir. Menua bersama. Tiada yang bisa memisahkan lagi kecuali maut. Bersama Anwar membina rumah tangga bahagia dan harmonis. Anak-anak juga sangat dekat kepada Anwar daripada ayah kandungnya.

Cinta Amira dan Anwar penuh derita dan akhirnya berujung bahagia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun