Mohon tunggu...
Lnura
Lnura Mohon Tunggu... Guru - Eccedentesiast.

Menulis adalah caraku menyembuhkan rasa rindu padamu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pohoh-Pohon yang Bisu

5 Desember 2021   08:42 Diperbarui: 5 Desember 2021   08:50 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

            "Kemana?" tanyaku kemudian.

Bukan jawaban yang kuterima tetapi dekapan yang semakin erat. Sesak yang kurasa. Bukan dadaku. Tetapi pada yang ada di dalamnya.

------

"Hei..." sapanya suatu sore di sebuah caf yang menghadap pantai.

Aku menoleh padanya. Sebuah wajah yang tak asing. Wajah yang tetap melekat meski hingga 120 purnama kulewati sendiri.

 

"Sendirian?" tanyanya.

Aku menganggukkan kepalaku sebagai isyarat mengiyakan tanyanya.

Kami duduk berhadapan menikmati hari dengan langit keemasan menyilaukan. Ombak pun mulai gelisah menghantam bebatuan. Buih-buih itu seperti berlomba mencium pasir-pasir yang berserakan di bibir pantai dan menyeretnya kembali ke dalam pelukan.

Ini adalah pertemuan kali pertama sejak 10 tahun yang lalu. Tahun di mana dia menyematkan sebentuk hati pada jari manisku. Buatku, hati itu tetap ada meski dia lupa bahwa ada yang sudah dia titipkan padaku. Ya, dia lupa. Karena setelah itu, dia menghilang tanpa berita dan tanpa melepaskannya.

"Kamu sendirian pula?" tanyaku di antara deburan ombak yang mulai meninggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun