Mohon tunggu...
Lnura
Lnura Mohon Tunggu... Guru - Eccedentesiast.

Menulis adalah caraku menyembuhkan rasa rindu padamu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pohoh-Pohon yang Bisu

5 Desember 2021   08:42 Diperbarui: 5 Desember 2021   08:50 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bukan lagi tangannya yang melingkar padaku. Tubuhnya mulai dia  rapatkan dan aroma yang sudah menjadi candu semakin menjadi candu buatku.

            "Hangat?" tanyanya kembali.

Aku tak menjawab. Semakin kueratkan dekapannya pada tubuhku yang mulai menggigil. Aliran listrik mulai bermunculan seperti kilat. Memberikan hentakan-hentakan pada jantung yang semakin tak karuan detaknya.

            "Jangan menangis," katanya.

Isak mulai bersuara di antara desahan nafasku yang memburu. Entah karena aliran listrik yang mulai meningkat tegangannya atau karena hujan yang semakin menghadirkan gigil yang hebat.

            "Jangan pergi lagi," bisikku pada telinganya.

            "Tidak, aku tidak akan pergi sendiri lagi," jawabnya.

            "Benarkah?" tanyaku lagi.

            "Ya," singkat jawabnya.

Pelukannya semakin erat dengan desahan nafas yang juga mulai memburu jatuh di pucuk telingaku.

            "Ikutlah bersamaku," ucapnya di antara hujan yang mulai deras.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun